Rabu, 24 November 2010

Pemerintah Aceh Tetapkan Sentra Peternakan Unggas

Sumber Harian Serambi Indonesia
Ekonomi | Bisnis

BANDA ACEH - Untuk memenuhi target kebutuhan telur bagi konsumen di Aceh, sejak tahun 2009, Pemerintah Aceh menetapkan lokasi sentra peternakan unggas, terutama untuk pengembangan ayam ras petelur (layer). “Ada empat daerah yang dijadikan sebagai sentra pengembangan ayam ras petelur, yakni Saree, Bireuen, Aceh Timur dan Kota Subulussalam,” ujar Kadiskeswannak Aceh, Ir Murtadha Sulaiman melalui Plt Ka UPTD Ternak Non Ruminansia, Ir H Adusmin Umar, MM, kemarin.

Lebih jauh dirincikan, pengembangan ternak unggas berupa layer itu juga diikuti dengan pengembangan pabrik pakan ternak, sebagai bagian terintegrasi dari pengembangan layer. Dengan target untuk mengurangi ketergantungan pasokan dari luar Aceh.

Tingkat ketergantungan itu akan terus diperkecil, seiring penambahan kuantitas ternak unggas dari tahun ke tahun. “Jika tahun 2009 kita telah berhasil memenuhi kebutuhan telur sekitar 20 persen, pada tahun 2112 populasi ayam ras petelur akan mencapai 600.000 ekor dengan produksi rata-rata 500.000 butir telur per hari. Jumlah itu setara dengan 50 persen kebutuhan telur di Aceh yang diprediksi mencapai 1 juta butir per hari,” tandas Murtadha.

Khusus untuk tahun anggaran 2010, Diskeswannak mendistribusikan ayam ras petelur sebanyak 65.000 ekor pada sembilan kabupaten/kota di Aceh. Selain itu juga didistribusikan sekitar 2000 ekor itik untuk wilayah Banda Aceh, Aceh Besar serta Aceh Utara. Selain itu melalui dana Otsus Aceh Utara juga disebarkan ternak unggas sebanyak 5000 ekor.

Sistem zona
Pada sisi lain, Kadiskeswannak yang juga didampingi oleh juru bicaranya, Ir Basri Ali menambahkan, untuk penataan industri perunggasan secara menyeluruh--baik dari hulu hingga ke hilir--di Aceh dilakukan sistem perwilayahan atau zoning. Sistem itu akan mampu meningkatkan produktifitas usaha peternakan unggas, karena akan mudah dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan jangkitan penyakit.

Penataan zona itu didasarkan pada optimalisasi penerapan prinsip good farming practice (GFP) dalam zona tertentu. Dengan demikian akan diketahui status kesehatan hewan yang jelas dan telah menerapkan sistem budidaya ternak yang baik, mencakup aspek manajemen, kesehatan hewan dan pengendalian limbah.

Salah satu aplikasi dari sistem zona itu adalah pengembangan budidaya unggas lokal di pedesaan atau village poultry farming. Program ini disamping dapat meningkatkan produksi daging unggas, juga dapat mengatasi keadaan rawan gizi pada masyarakat pedesaan.(nur)

KREDIT BERMASALAH DEKATI AMBANG BATAS

*Rp 356 Miliar di Antaranya Macet

Sumber Harian Serambi Indonesia :Ekonomi | Bisnis 25 November 2010

BANDA ACEH - Kredit bermasalah (Non Peforming Loan/NPL) bank umum konvensional di Aceh pada Triwulan III 2010 (Juli-September) mengalami lonjakan yang cukup tajam, mencapai 4,44 persen dari total penyaluran kredit, atau nyaris mendekati ambang batas toleransi sebesar 5 persen. Sementara pada bank umum syariah, kualitas kreditnya masih tetap terjaga, yakni dengan rasio NPL hanya 1,8 persen.

Kajian Ekonomi Regional Triwulan III Provinsi Aceh yang dikutip Serambi dari website BI, www.bi.go.id, menunjukkan bahwa rasio kredit bermasalah yang terjadi pada triwulan III kemarin merupakan yang tertinggi sepanjang tiga tahun terakhir.

Tahun 2008 misalnya, rasio NPL tertinggi yang terjadi sebesar 2,4 persen, dan di tahun 2009 tertinggi sebesar 3,21 persen. Menariknya, peningkatan rasio NPL tersebut selalu terjadi di triwulan III. (lihat grafis)

Trend kenaikan NPL itu sendiri mulai terjadi sejak triwulan I 2010, setelah sebelumnya sempat menurun di triwulan IV 2009, dimana dari 2,4 persen naik menjadi 3,36 persen. Triwulan II 2010, NPL naik lagi menjadi 3,42 persen dan melejit cukup tajam di triwulan III menjadi 4,44 persen.

Artinya, bila dilihat dari total penyaluran kredit Rp 13,361 triliun, sebesar Rp 610,196 miliarnya masuk dalam komponen NPL, yang terdiri dari Rp 124,245 miliar kredit kurang lancar, Rp 129,865 miliar kredit diragukan, dan Rp 356,086 miliar kredit macet. Sementara kredit dalam pengawasan khusus sebesar Rp 1,115 triliun dan yang digolongkan kredit lancar Rp 11,636 triliun.

Kinerja bank konvensional sendiri terbilang cukup baik. Penyaluran kredit secara year on year (tahunan) mengalami peningkatan 26,9 persen kendati komponen terbesar kredit masih mengalir ke sektor konsumsi. Demikian juga dengan kredit mikro kecil dan menengah yang naik sebesar 36,5 persen.

Peningkatan juga terjadi pada penghimpunan dana pihak ketiga. Secara triwulan peningkatannya mencapai 7,9 persen, namun bila secara tahunan, pertumbuhannya sangat tipis, hanya 3 persen.

Peningkatan volume dana pihak ketiga (DPK) yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyaluran kredit menyebabkan rasio kredit tersalur dari dana yang dihimpun (Loan to Deposit Ratio/LDR) menurun sebesar 370 bps menjadi 78,5 persen.

Bank syariah
Berbeda halnya dengan bank umum syariah. Meski penyaluran pembiayaan mengalami peningkatan signifikan, yakni 81 persen secara tahunan dan 13,9 persen secara triwulan, namun perbankan syariah masih dapat mengontrol tingkat kredit bermasalah (Non Performing Financing/NPF) yang tercatat mengalami penurunan. NPF menurun dari 2,1 persen pada triwulan II menjadi 1,8 persen di triwulan III.

Pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang tinggi dibarengi dengan penurunan penghimpunan DPK telah menyebabkan rasio kredit tersalur dari dana yang dihimpun (Financing to Deposit Ratio/FDR) meningkat dari 106,3 persen menjadi 123,7 persen.(yos)

Minggu, 14 November 2010

Pemerintah dinilai tidak pro koperasi (?)


Sat, Nov 13th 2010, 13:56
Pemerintah Dinilai tidak Pro Koperasi

Sumber Harian Serambi Indonesia :Ekonomi | Bisnis KUALA SIMPANG

Ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) Aceh Tamiang, Muhammad Yani MSi, menilai, kebijakan yang dilakukan pemerintah selama ini belum berpihak pada koperasi. Akibatnya hingga sekarang koperasi di Aceh hanya berjalan di tempat, tanpa mengalami perkembangan berarti.

“Sebagian besar koperasi yang mampu bertahan harus menghadapi persaingan usaha yang tidak sehat, gejala pengkerdilan skala usaha, dan gangguan mal-praktik koperasi. Ini adalah kendala berat yang harus dihadapi,” kata Yani kepada Serambi, Jumat (12/11).

Salah satu contohnya, dia sebutkan, soal Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Hutan Tanaman Industri (HTI), dimana pemerintah lebih mengutamakan pengusaha ketimbang koperasi. Demikian juga dengan program revitalisasi perkebunan yang dilakukan oleh salah satu koperasi di Aceh Tamiang.

Program tersebut terhambat karena SK (Surat Keputusan) lahan belum dikeluarkan bupati. “Setelah ditelusuri, lahan tersebut ternyata menjadi rebutan pengusaha, padahal sebagian lahan sudah dikerjakan warga. Koperasi juga sudah merintis hingga ke Jakarta, namun kendalanya ya SK tadi,” imbuhnya.

Dampaknya, koperasi sebagai sebuah badan usaha dicitrakan gagal memenuhi harapan masyarakat. Begitu juga sebagai gerakan ekonomi rakyat, koperasi juga dianggap urung menjadi paradigma sentral demokrasi ekonomi di Aceh Tamiang.

Tanpa penanggulangan sistemik dan menyeluruh, Yani berkeyakinan kalau posisi koperasi bakal tergeser dan peran dan fungsi sesungguhnya. Karena itu, Dekopinda Aceh Tamiang mendorong pemerintah untuk lebih serius menangani koperasi, mulai dari penempatan personel berdedikasi di SKPD, hingga pendampingan terhadap pengurus koperasi.

Pihaknya juga meminta agar dinas yang membidangi koperasi mempunyai konsep yang jelas. “Jangan hanya mengejar kuantitas koperasi tapi juga kualitasnya, sehingga masyarakat percaya pada pemerintah yang memimpin hari ini,” tandas Yani.

Dekopinda juga menawarkan kepada Pemkab Tamiang agar dana yang telah digulirkan dapat kembali ditarik dengan berbagai pendekatan. Namun sebelum itu dilaksanakan perlu dilakukan kajian menyeluruh. Pembentukan tim pengkajian sangat diperlukan dan rekomendasi tim dijadikan tindak lanjut kegiatan, sehingga dana yang macet, baik bersumber dari APBN, APBA, APBK, dan BRR serta sumber lainnya dapat menjadi potensi untuk mendorong sektor rill.

“Jika kredit macet tersebut dapat dikembalikan oleh masyarakat sebahagiannya saja, maka pemerintah daerah dapat mengalokasikan dana tersebut untuk mendirikan BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dan ini akan mempercepat lajunya pertumbuhan ekonomi di Aceh Tamiang,” timpal Ketua Dekopinda Aceh Tamiang tersebut.(md)

BANGKITKAN EKONOMI ACEH


Thu, Nov 11th 2010, 13:48

Bangkitkan Ekonomi Aceh
Hipmi Minta Pemerintah Lakukan Langkah Kongkret

Sumber Harian Serambi Indonesia : Ekonomi | Bisnis BANDA ACEH

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Aceh meminta pemerintah Aceh agar segera mengambil langkah kongkret dalam upaya meningkatkan daya saing ekonomi Aceh. Permintaan tersebut tertuang dalam rekomendasi Hipmi Aceh dalam acara Rapat Kerja Daerah (Rakerda) X yang berlangsung Senin hingga Selasa (8-9/11).

Ketua Hipmi Aceh, Fakhrizal Murphy, menjelaskan, meski angka kemiskinan Aceh terus mengalami penurunan dari 30,12 persen tahun 2007 menjadi 23,5 persen tahun 2008, dan 21,8 persen tahun 2009, namun bila dilihat dari peringkat, Aceh ternyata masih termasuk daerah dengan jumlah masyarakat miskin terbesar, peringkat tujuh nasional.

“Karena itu Pemerintah Aceh harus segera melakukan langkah kongkret dalam upaya meningkatkan daya saing ekonomi daerah ini,” katanya. Ada empat rekomendasi Hipmi yang diberikan kepada pemerintah Aceh, salah satunya adalah dengan mengoptimalkan pemberdayaan UMKM di Aceh mengingat masih banyak di antaranya yang belum tersentuh perbankan, mencapai 247.000 UMKM dari total 280.000 UMKM.

“Pemerintah Aceh juga harus menjalan aksi keberpihakan yang nyata, yaitu dengan memberikan pembinaan dan peluang khusus kepada pengusaha muda. Juga mendorong Bank Aceh selaku bank daerah untuk memberikan peluang kredit yang lebih besar kepada sektor riil,” ucap Fakhrizal.

Ketua Hipmi Aceh tersebut menambahkan, Pemerintah Aceh perlu segera membentuk Satgas Antipungli. Menurut dia, Pemerintah Aceh harus segera memangkas praktik-praktik penyimpangan birokrasi dalam rangka menciptakan iklim investasi dunia usaha yang kondusif.

“Dengan demikian pengangguran dapat ditekan, kemiskinan dapat dikurangi, yang akhirnya mensejahterakan masyarakat Aceh,” demikian Fakhrizal Murphy.(yos)

Senin, 08 November 2010

BI Canangkan GSM




Mon, Nov 8th 2010, 13:57

BI Canangkan Gerakan Siswa Menabung
Sumber : Harian Serambi Indonesia. Ekonomi | Bisnis


BANDA ACEH - Bank Indonesia (BI), Minggu (7/11), mencanangkan ‘Gerakan Siswa Menabung’ (GSM) secara serentak di seluruh Indonesia. Di Aceh kegiatan tersebut diikuti sekitar 1.000 pelajar dan siswa di wilayah kerja BI Banda Aceh dan BI Lhokseumawe.

Di Banda Aceh, kegiatan GSM tersebut dilaksanakan di AAC Dayan Dawood, Unsyiah, diikuti 600 pelajar dan siswa. Acara diisi dengan pemutaran film ‘Lucunya Negeri Ini’ dan beberapa permainan berkaitan dengan perbankan. “Gerakan Siswa Menabung ini merupakan tindak lanjut dari Gerakan Indonesia Menabung (GIM),” kata Pimpinan BI Banda Aceh, Mahdi Muhammad.

Mahdi menjelaskan, untuk mendukung kegiatan gemar menabung di kalangan siswa ini, pihaknya bersama perbankan di Banda Aceh telah menggelar pertemuan dengan 32 kepala sekolah di Banda Aceh dan Aceh Besar. “Dalam pertemuan itu kami mengimbau guru-guru dan ketua komite sekolah membantu mensukseskan GSM melalui program TabunganKu ini,” ujarnya.

Menurut Mahdi potensi masyarakat di Aceh untuk menabung masih besar. Jadi, lanjut dia perlu dilaksanakan aktivitas dan komunikasi yang dapat meningkatkan minat masyarakat khususnya pelajar untuk membuka rekening TabunganKu.

Kegiatan serupa juga berlangsung di Lhokseumawe yang dipusatkan di SMU Sukma Lhokseumawe dan diikuti 400 siwa dan pelajar. Acara dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Kadisdikpora) Lhokseumawe, Ramli Ismail.

Pimpinan BI Lhokseumawe Zulfan Nukman menjelaskan, kegiatan kali ini memang menyasar pelajar dengan memberikan motivasi tentang pentingnya menambung. Pelajar juga merupakan nasabah produktif bagi perbankan. “Di Lhokseumawe dan Aceh Utara jumlah siswa dan pelajar mencapai 26.000 lebih. Bila mereka membuka tabungan dengan setoran perdana saja Rp 20.000, maka perbankan akan mampu menghimpun dana mencapai Rp 4,8 miliar lebih,” sebutnya.(ami/bah)

Minggu, 07 November 2010

EXPO TERNAK SAPI IB (Inseminasi Buatan)




Sun, Nov 7th 2010, 12:32
Expo Ternak Sapi IB

Pemerintah Aceh Buka Keran Investasi Peternakan



* 2011 Aceh Produksi 1.700 Sperma Sapi Beku

Ekonomi | Bisnis SERAMBI INDONESIA

BIREUEN - Pemerintah Aceh membuka keran seluas-luasnya kepada investor yang berminat untuk berinvestasi di sektor peternakan, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan telantar.

Gubernur Irwandi Yusuf menyatakan itu dalam sambutannya yang dibacakan Asisten I Setda Aceh, Marwan Supi SH, saat membuka Expo Ternak Hasil Inseminasi serta Pengabdian Masyarakat yang dilaksanakan Diskeswannak Aceh bekerja sama dengan FKH Unsyiah, di Bireuen, Sabtu (6/11).

Menurut Gubernur, lahan telantar selama ini hanya dipakai oleh masyarakat untuk memelihara ternak dalam skala kecil. Padahal lahan tersebut bisa digunakan untu usaha ternak intensif dan padat modal.

“Tentu saja hal ini hanya mampu dilakukan oleh pemilik jasa investasi ternak skala besar. Karenanya Pemerintah Aceh mengundang investor dengan memberikan kemudahan investasi,” kata Gubernur.

Aceh disebutkannya, memiliki potensi lahan pengembalaan seluas 161.560 hektare dari total luas Aceh 58.375.63 kilometer persegi. Sedangkan luas kebun rumput mencapai 8.412 hektare dengan kapasitas tampung sebanyak 568.795 satuan ternak (ST).

“Sedangkan sapi yang ada di Aceh saat ini 503.478 ST, dengan demikian masih ada potensi menampung 65.317 ST atau setara 90.952 ekor lagi,” ujarnya.

Khusus untuk sapi potong, diharapkan pertumbuhannya akan semakin tinggi, dalam kaitan mendukung tercapainya swasembada daging sapi nasional tahun 2014. Percepatan itu dilakukan dengan mengenjot pertumbuhan bibit sapi dan itu bisa dilakukan dengan dukungan penuh melalui kredit usaha pembibitan sapi (KUPS).

Bibit ternak
Sementara itu Kadiskeswannak Aceh, Murtadha Sulaiman, mengucapkan, salah satu alternative pokok untuk penyediaan bibit ternak adalah melalui inseminasi buatan (IB). Aplikasi IB di Aceh telah berlangsung sejak tahun 1973 namun baru tahun 2009 dibentuk UPTD Diskeswannak selaku penanggung jawab program.

Khusus untuk pelestarian plasma nutfah, Pemerintah Aceh dikatakannya telah menetapkan kawasan Pulo Aceh untuk pelestarian sapi Aceh serta Simeulu untuk pelestarian plasma nutfah kerbau. “Insya Allah tahun 2011 kita akan memproduksi 1.500 semen (sperma) beku sapi Aceh dan 200 semen beku kerbau Aceh,” ujar Murtadha.

Sebelumnya, Bupati Bireuen, Nurdin Abdul Rahman, mengharapkan agar Bireuen dijadikan sentra pengembangan ternak IB. Pemkab Bireuen ujarnya telah menggandeng pihak Italia Cooporations untuk pengembangan ternak di Bireuen. “Kami berharap kegiatan ini terus berkelanjutan di Biruen, dalam upaya menunjang ketersediaan ternak dan konsumsi daging secara berkeninambungan. Juga hendaknya sosialisasi IB makin terus digiatkan hingga ke pedesaan,” harap Nurdin.

Kegiatan expo ternak itu sendiri berlangsung hingga tanggal 9 November 2010. Sedangkan kegiatan pengabdian masyarakat oleh mahasiswa FKH Unsyiah dilakukan di lima desa dalam kabupaten Bireuen. Pengumuman juara pemenang untuk kontes sapi diumumkan pada hari itu juga.(yus)

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III MELAMBAT



Sat, Nov 6th 2010, 09:38

Produksi Pertanian Turun
Pertumbuhan Ekonomi Aceh Triwulan III Melambat


Harian Serambi Indonesia, 6 November 2010
Ekonomi | Bisnis
BANDA ACEH - Perekonomian Aceh yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) triwulan III 2010, tanpa minyak dan gas (migas) mengalami pertumbuhan sebesar 2,26 persen, melambat dibandingkan triwulan II 2010 yang tumbuh 2,32 persen. Sementara bila migas diperhitungkan, ekonomi Aceh tumbuh 2,06 persen, lebih tinggi dari triwulan II yang tumbuh 1,89 persen. “Kondisi triwulan III 2010 sedikit meningkat jika dengan perhitungan migas, sedangkan tanpa perhitungan migas sedikit mengalami perlambatan,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Syech Suhaimi, kepada wartawan, Jumat (5/11).



Struktur perekonomian Aceh secara umum juga tidak mengalami pergeseran. Syech menjelaskan, tanpa migas maupun dengan pelibatan migas, pertanian masih tetap menjadi sektor penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB Aceh. “Bila dengan migas kontribusinya sebesar 28,83 persen dan tanpa migas 33,98 persen,” sebutnya.(lihat grafis) Namun dibandingkan triwulan II, laju pertumbuhan di sektorpertanian mengalami penurunan yang disebabkan oleh turunnya tingkat produksi, dari 2,6 persen menjadi 0,75 persen. “Karena kontribusi PDRB terbesar diberikan oleh sektor pertanian, penurunan produksi yang terjadi itu memberi dampak yang besar sehingga membuat laju pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa migas tumbuh melambat,” ucap Syech.

Produksi migas
Menariknya, pertumbuhan positif itu ternyata masih terjadi bila komponen migas dilibatkan, berbeda dibandingkan sebelumnya yang selalu mengalami pertumbuhan negatif. Dengan melibatkan migas, sektor pertambangan dan penggalian, serta industri pengolahan, mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Kedua sektor tersebut memberi kontribusi sebesar 19,22 persen. “Namun jika tidak mengikutkan komponen migas, maka dua sektor ini hanya memberikan kontribusi sebesar 4,81 persen,” ucap Syech Suhaimi. Menurutnya, peningkatan tersebut terjadi karena produksi migas Arus triwulan III meningkat dibandingkan triwulan II 2010.

Capai target
Melihat perkembangan ekonomi Aceh hingga triwulan III, Syech Suhaimi optimis, pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2010 yang ditargetkan Pemerintah Aceh sebesar 5 persen bisa tercapai. “Itu bila tidak ada gangguan berarti di sektor pertanian, seperti elnina atau gangguan lainnya,” imbuhnya. Saat ini saja, capaian kinerja perekonomian Aceh selama sembilan bulan terakhir (tiga triwulan) tumbuh cukup menggembirakan, yaitu tumbuh 3,05 persen. Sedangkan tanpa melibatkan migas mengalami pertumbuhan sebesar 5,33 persen. “Saya optimis pertumbuhan ekonomi tahun ini lebih baikdibandingkan tahun lalu,” kata Syech. Sebagaimana diketahui, tahun 2009 ekonomi Aceh dengan migas minus 5,58 persen dan tanpa migas tumbuh 3,92 persen.(yos)