Rabu, 23 November 2011

Manajemen Harapan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tanggal 19 Oktober 2011 melantik menteri-menteri baru di jajaran kabinetnya,yang merupakan hasil reshuffle.Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II yang disebut dengan Kabinet Kerja.Menurut informasi yang kita baca di media bahwa dorongan presiden melakukan perombakan (reshuffle) kabinet karena tuntutan masyarakat (publik) agar adanya perubahan dalam rangka mencapai harapan baru menuju Indonesia yang sejahtera,adil dan makmur.Bahkan salah satu tugas negara dalam bidang pemberdayaan aparatur negara dan reformasi birokrasi dipercayakan kepada salah seorang putra Aceh atau mantan Wakil Gubernur Aceh Ir.Azwar Abubakar untuk memimpin Kementerian PAN.

Di Aceh,Partai Aceh (PA) membatalkan untuk mendaftarkan Calon Gubernur dan Bupati/Walikota yang diusung dalam Pilkada Aceh tahun 2012.Argumentasi yang mereka sampaikan adalah telah terjadi pelanggaran konstitusi (Qanun) Pilkada Aceh dengan masih adanya peserta calon independen.Terlepas dari polemik hukum dan adanya dugaan telah terjadi konflik regulasi,sebenarnya motif dari PA tidak mendaftarkan calonnya adalah belum terpenuhinya harapan terhadap proses dan tahapan Pilkada yang sedang berjalan.Disisi yang berbeda masyarakat Aceh justru menaruh harapan besar pada Pilkada kali ini yang merupakan Pemilukada kedua paska perjanjian perdamaian antara RI dan GAM.Namun tulisan ini tidak membahas politik dan Pilkada.

Pada situasi yang lain,meningkatnya kasus-kasus bunuh diri yang dilakukan oleh banyak orang dibeberapa negara dan tidak jarang pula di Indonesia tentu saja ada kaitannya dengan sejumlah harapan yang yang di inginkan barangkali belum terpenuhi.Lalu pertanyaannya,seberapa pentingkah harapan itu?? Bagaimana mengelola harapan?

Pentingnya harapan

Secara sederhana,kehidupan manusia “didorong” oleh dua hal yakni kebutuhan dan keinginan.Secara psikologis,tugas pertama seseorang adalah berusaha memenuhi kebutuhannya bukan keinginannya.Jika seseorang sudah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya (pangan,sandang,papan,pendidikan,kesehatan) serta kebutuhan wajar lainnya,maka dia harus berani berkata pada dirinya sendiri bahwa dia sudah “cukup kaya”.Sehingga akan timbul rasa syukur kepada sang pencipta Allah SWT.Pertanyaannya kemudian,apakah kita tidak boleh punya keinginan?? Tentu saja boleh,bahkan wajib,sebab secara filosofi dengan memenuhi keinginan membuat seseorang menjadi “lebih kaya lagi”buka sekedar “cukup kaya”.Keinginan adalah rahmat,bukan laknat.Namun keinginan akan menjadi laknat ketika kita terjebak pada keinginan yang melampui batas bahkan keinginan tanpa batas.Ibarat keinginan setinggi langit,bahkan langit itu sendiri kita tidak tahu batasnya,karena diatas langit masih ada langit.Oleh karena itu jika kita ingin mengelola keinginan agar menjadi sebuah anugerah,kekuatan yang mampu memberikan perubahan yang luar biasa bagi kita maka kita perlu menentukan keinginan dengan batas-batas yang jelas.Dengan demikian,mengelola kebutuhan dan keinginan dengan baik bisa menjadi daya dorong yang sangat dahsyat sehingga seseorang mampu terus mendaki puncak cita-cita hidunya.Keinginan masyarakat agar bisa menikmati kehidupan yang lebih layak,dapat melakukan aktivitas ekonomi dalam situasi dan kondisi kondusif,bisa melaksanakan ibadah dengan perasaan damai dan tentram,menikmati pelayanan publik yang mudah,murah dan cepat,memperoleh hak-hak dasar sebagai manusia,mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang layak,semua ini adalah keinginan yang berbasis pada kebutuhan dengan batas-batas dan jelas.Maka keinginan yang seperti inilah perlu kita maknai sebagai harapan yang sangat penting sebagai daya penggerak aktivitas dan kreativitas kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mengelola harapan

Harapan sudah menyangkut emosi dan impian (Rhenald Kasali,2005).Bahkan lebih jauh lagi,sadar atau tidak,harapan kita akan sesuatu selalu kita tempatkan,kita serahkan,pada sebuah “kekuatan” yang lebih tinggi,yakni Allah SWT.Harapan bukan hanya memberi daya tarik dan dorongan,tetapi sekaligus terdapat semangat hidup,hasrat,gairah dan suka cita.Maka sangat wajar ketika setiap kali adanya kejadian-kejadian penting yang berlaku dalam kehidupan kita selalu menaruh harapan-harapan baru,harapan sangat perlu untuk selalu dijaga,ditumbuhkan dan dirawat.Memang seringkali setiap satu harapan akan berakhir dengan terealisasinya harapan tersebut,akan tetapi penting bagi kita untuk selalu memelihara harapan demi harapan.

Sesunggunya dengan mengelola harapan,kita mendapatkan efek teraputik bagi banyak permasalahan kita dibelakang,masa lalu.Harapan senantiasa mengarah kedepan,ke hari esok.Dengan manajemen harapan yang baik,kita akan mampu mengeleminir berbagai hal yang kurang baik dan kontraproduktif di masa lampau,hari kemarin.Bahkan Beckhard & Harris (1987) menyarankan agar kita lebih fokus ke masa depan daripada sibuk dengan masa lalu kita.

Penutup

Harapan (hope) adalah asset yang tidak terlihat dalam diri kita,dia begitu penting dan sangat berharga.Kebanyakan kita lupa untuk menata dan menambah nilai (added value) terhadap harapan yang kita punya,doa yang sering kita lambungkan kepada Tuhan terkadang kita lakukan hanya sekedar untuk menunaikan kewajiban padahal doa itu merupakan kenderaan/jalan bagi kita untuk menambah nilai harapan yang kita punya.Maka taruhlah harapan besar kita kepada-NYA dengan bersungguh-sungguh dalam dalam berdoa bukan dengan “sekedar” berdoa.Jangan gantungkan harapan kita kepada manusia karena mereka tidak sanggup memenuhinya. (wallahu`alamu bisshawwab)

Penulis : Hamdani