Senin, 09 Juli 2012

MENJADIKAN KUR SEBAGAI PROGRAM STRATEGIS DALAM RANGKA MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN EKONOMI ACEH (Oleh : Hamdani,SE)


Disperindagkop dan UKM Provinsi Aceh bekerjama Bank Indonesia Perwakilan Kota Lhokseumawe mengadakan acara Rapat Monev KUR Dalam Rangka Mempercepat Pembangunan Ekonomi Aceh yang dilaksanakan pada hari Kamis 28 Juni 2012.Acara yang berlangsung di auditorium Kantor Bank Indonesia Perwakilan Kota Lhokseumawe tersebut di moderatori oleh  Samsul Aqmari,salah seorang Konsultan Pendamping KUMKM Aceh yang telah lulus pelatihan Kompetensi Konsultan Pendamping KUMKM yang difasilitasi oleh Kemenegkop dan UKM RI beberapa waktu lalu di Solo berlangsung sukses. Materi dari Disperindagkop dan UKM Propinsi Aceh dipaparkan oleh Murni SE,MM,. Kabid Fasilitasi Pembiayaan dan Simpan Pinjam pada Disperindagkop dan UKM Aceh.Dalam pemaparannya beliau menyampaikan rasa terima kasihnya kepada seluruh peserta yang hadir memenuhi undangan dan terlihat sangat antusias untuk mengikuti acara sosialisasi KUR.Ini menandakan bahwa KUMKM kita mulai menyadari betapa pentingnya informasi tentang KUR.Berarti pula bahwa mereka mulai mengharapkan fasilitas KUR ini bisa menjadi solusi permodalan bagi pengembangan usaha dan koperasi yang mereka kelola.Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa agar bank pelaksana KUR bisa merespon lebih cepat keinginan pelaku usaha dengan mempermudah prosedur pemberian kredit KUR sehingga sektor usaha yang dibiayai juga tidak hanya terbatas pada usaha dagang saja akan tetapi bisa juga ke sektor pertanian,perikanan,perkebunan dan sektor usaha kreatif.Dengan demikian kita bisa mengurangi salah satu permasalahan yang saat ini dihadapi oleh KUMKM yaitu permodalan.Ada empat masalah lain yang juga harus menjadi perhatian kita yakni,manajemen usaha,penguasaan teknologi,produksi dan pemasaran.Maka disinilah di perlunya peran dari Konsultan Pendamping,sehingga bisa menjembatani pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh KUMKM kita saat ini.
Konsultan Keuangan Pendamping KUMKM Mitra Bank (KKMB) Provinsi Aceh.Hamdani,SE.,mewakili KKMB Aceh  menyampaikan  selayang pandang tentang peran dan fungsi KKMB dalam pengembangan KUMKM.Bahwa KKMB merupakan bagian dari lembaga pengembangan bisnis (LPB/BDS-P).Sebagai Konsultan Pendamping yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari Kemenegkop dan UKM tentang teknik pendampingan KUMKM maka KKMB sudah siap untuk membantu pemerintah,KUMKM dan perbankan dalam membangun sinergitas sehingga fungsi KKMB sebagai fasilitator,mediator dan intermediator antara pihak akan lebih berperan.
Acara yang dibuka oleh Bapak Safrian dari Deputi Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM tersebut dihadiri oleh 150 orang peserta terdiri dari Bank unsur perbankan,antara lain bank BSM,Mandiri,Bank Aceh dan BRI,Kadis perindagkop dan UKM se-Aceh,Dewan koperasi,pengurus koperasi,UMKM.Sementara dari konsultan pendamping yang di undang dan hadir,Nonong Husna (Kab.Pidie),Chalidia (Kab.Aceh Utara),Musrizal (Kab.Aceh Utara/Kota Lhokseumawe),Denny Saputra (Kab.Bireun),Amri Bin Abdullah (Banda Aceh)  dan Cut Fachriana Dewi (Kota Langsa),sementara Nurul Fatmawati (Kota Banda Aceh) berhalangan hadir.Tujuan kegiatan ini adalah ; sosialisasi KUR oleh Tim Monev KUR Aceh,Gathering dgn Konsultan pendamping Kemenegkop dan silaturrahmi dengan masyarakat Kota Lhokseumawe.
Dalam sambutannya Bapak Safrian mengatakan agar KUR ini benar-benar bisa menjadi terobosan bagi kebutuhan  permodalan bagi KUMKM.Oleh karena itu maka Dinas Perindagkop dan UKM seluruh Aceh mampu berdiri  digaris terdepan untuk mensukseskan program-program pemerintah dalam pengembangan KUMKM.Sementara pihak perbankan sendiri sangat setuju untuk membuka akses yang luas dalam penyaluran KUR Akan tetapi masing-masing bank pelaksana KUR juga mengalami keterbatasan dan kendala dalam menjangkau KUMKM.
Secara nasional perkembangan realisasi penyaluran KUR oleh bank pelaksana  cukup baik.Di awal-awal tahun 2007 memang sangat berat,apalagi KUR dilaksanakan memasuki kwartal ketiga 2007.Tapi di tahun 2011,daya serap KUR mencapai Rp 24,4 Triliyun,melampui plafon Rp 20 Triliyun yang ditargetkan.Untuk 2012,plafond KUR yang mampu di cakup oleh penjaminan pemerintah bahkan ditingkatkan menjadi Rp 30 Triliyun.Dari 33 propinsi,tahun 2011 Aceh menempati urutan ke 13 dengan total serapan Rp 448 Milyar dari plafond Rp 24 Triliyun atau sebesar 0,8% dengan rata-rata pinjaman sebesar Rp 15,6 juta per-debitur.Meskipun angka ini menurun dari rata-rata tahun 2007-2010 yang  mencapai 2,3 %,namun pada tahun 2012 diprediksi akan terjadi  peningkatan karena Bank Aceh akan ambil bagian dalam penyaluran KUR. Menurut sensus ekonomi tahun 2006,jumlah UKM Aceh berjumlah 53.373 unit usaha dan jika ditambahkan dengan usaha  mikro maka  menjadi 369.034 unit KUMKM,bila 50% saja dari jumlah tersebut mampu mengakses KUR dengan rata-rata pinjaman Rp 15,6 juta maka KUR akan diserap sebesar 2,8  Triliyun dan ini akan memberikan dampak peningkatan terhadap pengembangan dan pertumbuhan KUMKM Aceh.
Dengan demikian Kabid Fasilitasi Pembiayaan dan Simpan Pinjam Disperindagkop dan UKM Provinsi Aceh mengimbau kepada seluruh jajaran Disperindagkop dan UKM se-Aceh agar bisa bekerjasama lebih intensif dengan Konsultan Pendamping yang telah mendapatkan pelatihan kompetensi oleh Kemenegkop sehingga KUR bisa dimanfaatkan secara optimal oleh pelaku usaha dan Koperasi.Karena dengan dibantu oleh Konsultan Pendamping,kesenjangan antara KUMKM dan perbankan bisa diatasi.

Kamis, 22 Maret 2012

BI Banda Aceh MoU bersama Swisscontact Pengembangan Kakao Di Aceh




Indonesia merupakan negara agraris di mana sektor pertanian memiliki peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, upaya Bank Indonesia dalam mengakselerasi percepatan sektor pertanian perlu terus ditumbuhkembangkan. Salah satunya melalui upaya pengembangan daerah yang terfokus pada komoditi unggulan, seperti komoditi kakao dan kopi.
Di tingkat nasional, upaya peningkatan produktifitas kakao terus dilakukan. Hingga kini produktivitas rata-rata tercatat sekitar 602 kg/hektar. Sementara, tingkat produktivitas di Aceh masih di bawah nasional, dengan rata-rata sekitar 330 kg/hektar. Maka dari itu, Swisscontact melalui program Peningkatan Ekonomi Kakao Aceh (PEKA) terus melakukan upaya-upaya perbaikan melalui sekolah lapang, pembinaan, hingga sistem alih teknologi. Pengembangan kakao difokuskan pada 5 kabupaten di Provinsi Aceh, yaitu Pidie Jaya, Bireun, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara dan Aceh Barat Daya dengan total areal tanam seluas 28,245 hektar.
Hasil kajian rantai nilai komoditi kakao oleh Swisscontact, ditemukan bahwa letak permasalahan ada pada sisi on farm, terutama pada segi kualitas biji kakao, nilai tambah hingga berimplikasi pada permasalahan pasar. Melihat kondisi demikian, upaya perbaikan perlu dilakukan secara komprehensif di semua level produksi pada tingkat petani hingga pedagang akhir.
Program pemberdayaan dimulai sejak juli 2011, dimulai dari tahap persiapan, pertumbuhan, perkembangan, mandiri, dan berkelanjutan. Sejak program PEKA dicanangkan, kini, produktivitas petani telah meningkat menjadi 445 kg/hektar.
Selain itu, swisscontact juga telah melakukan pembinaan terhadap kelompok tani andalan tentang sistem alih teknologi. Ke depan, dengan berlakunya sistem tersebut, diharapkan dapat meningkatkan produksi dan kualitas biji kakao.

Kesepakatan Bersama Antara Bank Indonesia Banda Aceh dan Swisscontact

Intervensi dan dukungan program PEKA oleh Swisscontact saat ini sudah berada dalam tahapan Access to finance sehingga diperlukan dukungan Bank Indonesia Banda Aceh, khususnya dalam memfasilitasi kelompok tani dengan lembaga-lembaga keuangan bank, membuat model skim pembiayaan untuk komoditi kakao serta mendorong pengembangan kakao melalui pendekatan klaster di Aceh . Untuk itu, pada hari kamis, 15 Maret 2012 yang lalu, Bank Indonesia Banda Aceh dan Swisscontact menandatangani kesepakatan bersama pengembangan Kakao di Aceh dimana jangka waktu kerjasama akan berlangsung hingga Desember 2015.

Kamis, 16 Februari 2012

BI BANDA ACEH PANEN PERDANA KLASTER JAGUNG PIPIL



Foto: PANEN PERDANA JAGUNG Kepala BI Cabang Banda Aceh Mahdi Muhammad didampingi Kepala BPTP Aceh Iskandar melakukan panen perdana klaster jagung pipil Varietas Bima 3 yang di Laksanakan di Saree Aceh, Selasa (13/2). Kegiatan tersebut merupakan kerja sama Bank Indonesia dengan BPTP Aceh. (n medanbisnis/dedi irawan)
Aceh Bisnis Rabu, 15 Feb 2012 06:48 WIB

Optimalkan Sektor Riil dan UMKM
BI Kembangkan Klaster Jagung PipilMedanBisnis – Banda Aceh.

Pimpinan Bank Indonesia (BI) Banda Aceh, Mahdi Muhammad mengungkapkan, lambatnya perkembangan sektor riil merupakan salah satu penyebab belum optimalnya pertumbuhan ekonomi di Propinsi Aceh.


Untuk itu, BI berusaha membantu meningkatkan pertumbuhan dengan terus berupaya melakukan penguatan sektor riil dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Salah satunya mendorong masyarakat memanfaatkan lahan telantar menjadi produktif.

“Penguatan sektor riil dan UMKM sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat Aceh khususnya di daerah pedesaan, salah satunya melalui program klaster pengembangan jagung pipil di dua lokasi yakni Saree dan Jantho seluas 16 hektar,” kata Mahdi pada acara panen perdana klaster jagung pipil Bima-3 di Desa Saree Aceh, Selasa (14/2).

Mahdi memaparkan, kebutuhan jagung di Indonesia saat ini mencapai 22 juta ton, dimana sekitar dua sampai tiga juta ton diperoleh dari impor. Artinya masih ada peluang besar dalam pengembangan klaster jagung pipil di Aceh.

“Kita harapkan, selanjutnya akan terbentuk Gapoktan yang solid, mandiri dan memiliki komitmen yang tinggi untuk terbentuknya LKM,” katanya.

Mahdi berjanji akan terus memfasilitasi kelompok tani untuk pengembangan lebih lanjut. Semua hasil panen akan ditampung perusahaan pakan ternak yang ada di Aceh Besar dengan harga pantas.

Sementara itu Kepala BPTP Aceh, Ir T Iskandar MSi, mengatakan varietas jagung Bima-3 yang ditanam Oktober 2011 merupakan produk Badan Litbang melalui Balai Penelitan Serealia Maros, Sulawesi Selatan.“Keunggulan varietas Bima-3, selain potensi hasil cukup tinggi, juga tahan terhadap penyakit bulai serta daunnya dapat digunakan jadi bahan pakan ternak,” jelasnya.

Menurut Iskandar, selama ini petani di wilayah tersebut terbiasa menanam jagung manis untuk konsumsi. “Kita berharap petani di sini dapat melanjutkan penanaman jagung pipil hibrida. BPTP tetap mendukung dan melakukan pendampingan teknologi,” ujarnya.

Sebelumnya, petani di wilayah tersebut yang kebanyakan menanam jagung manis untuk konsumsi banyak mengeluh. “Petani kurang bersemangat karena harga jual kurang menguntungkan,” kata Kepala Desa Saree Aceh, Syarwan Gadeng.

Namun sekarang, dia yakin petani akan bersemangat menanam jagung hibrida untuk bahan pakan ternak, karena selain produksinya tinggi, pasarnya juga terjamin.

Kawasan demplot tersebut diharapkan menjadi percontohan yang akan dikunjungi petani daerah lain. Selain lokasinya strategis, juga didukung Saree School yang dibangun sejak 2007 sebagai pusat pendidikan dan pelatihan bagi petani, penyuluh serta pelaku pertanian lainnya.

Ketua Kelompok Tani Desa Saree Aceh, Mustaji, mengatakan hasil panen jagung Bima-3 cukup memuaskan, satu tongkol kering mencapai tiga ons biji pipil, artinya rata-rata empat tongkol kering menghasilkan 1 kg biji pipil.

Sedangkan hasil jagung hibrida yang ditanam sebelumnya di Saree Aceh, rata-rata delapan tongkol kering per kilogram biji pipil. Dengan demikian penaman jagung hybrid Bima-3 mampu meningkatkan hasil panen sebesar 50% dari sebelumnya.

Untuk pemasaran, pimpinan Jantho Farm, Heri Hasan, sudah berkomitmen perusahaan yang bergerak di bidang unggas ini akan membeli hasil panen jagung yang ditanam di Saree Aceh, yang diperkirakan mencapai 100 ton jagung pipil kering. Pihaknya membutuhkan sekitar 1,2 ton biji jagung sehari. (dedi irawan)