Rabu, 04 Mei 2011

BI BANDA ACEH & DKP ACEH SERIUS MENGEMBANGKAN KKMB PERIKANAN ACEH




Belum lama ini (5 - 6 april 2011) Bank Indonesia Banda Aceh dan Dinas Kelautan & Perikanan Prov. Aceh bersama-sama melaksanakan recrutmen dan pelatihan bagi Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) khusus sektor keluatan dan perikanan.

Pelaksanaan pelatihan ini menjadi bukti keseriusan Bank Indonesia dan Pemerintah Aveh khususnya Dinas Kelautan & Perikanan Aceh untuk mendorong pengembangan sektor riil khususnya sektor keluatan terhadap kebutuhan akses ke lembaga keuangan perbankan.

Kegiatan ini juga merupakan tindak lanjut dari MoU antara Pemimpin Bank Indonesia Banda Aceh, Bp. Mahdi Muhammad dan Kepala Dinas Kelautan & Perikanan Aceh Bp. Razali pada tahun 2009 yang lalu yang menempatkan semua pihak saling mendukung terhadap pengembangan sektor kelautan di Aceh khususnya dalam pegembangan KKMB.

Pada tingkat pusat, juga telah ditandatangani MoU antara Gubernur Bank Indonesia dan Meteri Kelautan dan Perikanan tahun 2011 ini perihal kerjasama pengembangan sektor kelautan dengan memaksimalkan kapasitas masing-masing pihak.

PESERTA KKMB DKP 20 ORANG
Hasil dari seleksi awal tim DKP provinsi Aceh mencapai 20 orang mewakili kabupaten-kabupaten di Provinsi Aceh. Harapan setelah pelatihan ini, KKMB DKP dapat membantu menjembati UMKM sektor kelautan dan perikanan ke lembaga keuangan bank maupun non bank sekaligu menyiapkan UMKM dari aspek adminitrasi keuangan, legalitas dan aspek penguatan kelembagaan usaha UMKM.

KKMB IDENTIK DENGAN BUSINESS MAN
Statement diatas disampaikan oleh salah seorang Pemateri dari DKP Pusat yang mengarahkan bahwa KKMB untuk dapat membantu UMKM harus terjun langsung sebagai pengusaha atau pebisnis. Ini mutlak dilakukan oleh KKMB karena KKMB akan dapat memahami seluruh aspek-aspek bisnis bila KKMB itu sendiri sudah punya bisnis sendiri.
Disamping pemateri dari Departemen, pelatihan yang dimoderatori oleh Koordinator KKMB Aceh sdr. Hamdani mengahadrikan pemateri-pemateri kunci seperti Bp. Joni Marsius Deputi PBI, Bp. Jamaluddin Ka. Seksi KPSRU dan Konsultan PUMKM KBI Banda Aceh Sdr. Idham Edo yang juga merupakan konsultan yang membina dan bertanggungjawab dalam hal monitoring dan pengembangan KKMB di seluruh Aceh.

Selasa, 03 Mei 2011

Bank Nelayan

“BANK NELAYAN”

Oleh : Hamdani,SE

Penyaluran kredit pertanian di Aceh masih sangat rendah. Data Bank Indonesia (BI) Banda Aceh menunjukkan, dari Rp 16,529 triliun kredit yang disalurkan sampai Februari 2011, hanya sekitar Rp 138 miliar yang mengalir ke sektor pertanian. Porsinya cuma 0,84 persen.(Serambi Indonesia,Senin/25/2011).Sepertinya pertanian yang dimaksudkan diatas adalah pertanian dalam arti luas dimana didalamnya termasuk peternakan dan perikanan.Kalau begitu tentu saja jumlah kredit yang tersalurkan merupakan akumulasi dari sub sektor peternakan dan perikanan.Lalu, berapakah jumlah kredit yang disalurkan oleh bank ke sub sektor perikanan? Lebih khusus lagi perikanan tangkap atau nelayan?

Indonesia merupakan negara terbesar kedua dunia yang memiliki garis pantai yang panjang setelah Canada.Sehingga sangat pantas kalau Indonesia kemudian mendapat gelar negara kepulauan atau negara nusantara.Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia,dengan panjang pantai 81.000 km dan memiliki 17.508 buah pulau serta dua pertiga dari luar wilayahnya berupa laut.Indonesia memiliki potensi perikanan yang besar.Potensi ikan lestarinya paling tidak ada sekitar 6,17 juta ton pertahun,terdiri atas 4,07 juta ton di perairan nusantara yang hanya 38 persennya dimanfaatkan dan 2,1 juta ton pertahun berada di perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).Potensi ini pemanfaatannya juga 20 persen (Dahuri,2002).Bisa kita lihat demikian besarnya peluang produksi perikanan tangkap yang masih tersedia dan belum tereksploitasi atau mencapai kira-kira 60 persen lebih.Namun ironisnya kekayaan laut dan sumber daya ikan yang demikian melimpah belum mampu membuat masyarakat pesisir khususnya nelayan mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.Masyarakat pesisir dan nelayan masih sangat identik dengan kemiskinan,kebodohan dan keterbelakangan.

Di Aceh,berbagai program dan kebijakan telah dibuat dan dijalankan oleh pemerintah baik pusat maupun Pemerintah Kab/Kota.Bahkan banyak lembaga Non Pemerintah (NGO) baik lokal,nasional bahkan NGO Internasional pun ikut memberikan perhatian yang luar biasa dengan mengucurkan anggaran yang cukup signifikan besarnya dalam rangka membantu pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan di wilayah pesisir dengan melakukan berbagai intervensi dalam rangka meningkatkan pendapatan rumah tangga nelayan.Namun seakan-akan semua itu tidak berbekas dan sirna sama sekali,artinya kondisi kemiskinan dan keterpinggiran masyarakat nelayan dalam strata ekonomi dan sosial masih tetap tertinggal dengan masyarakat di daratan.

Menghadapi realita seperti itu,pemerintah melakukan satu terobosan.Undang-Undang (UU) Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 pasal 40-46,mengamanatkan untuk memberdayakan nelayan kecil dan pembudidayaan ikan melalui pengembangan skim kredit lunak,pengembangan sumber daya manusia (SDM),dan pengembangan kelompok nelayan.Amanat pemberdayaan ini harus diarahkan untuk memperbaiki posisi sosial,ekonomi dan politik nelayan.

Untuk maksud tersebut pemerintah telah mengembangkan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) yang mulai pada tahun 2004-2007,program PNPM mandiri sektor kelautan dan perikanan pada tahun 2010.Pemerintah kembali membuat program unggulan seperti;program Minapolitan dan Pembinaan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) pada tahun 2011.Ini program bagus yang harus ditangani secara hati-hati dan cermat sehingga tujuan pemberdayaan bisa tercapai.

Mulyadi S dalam bukunya “Ekonomi Kelautan”.Ada enam agenda yang perlu dilakukan dalam rangka pemberdayaan nelayan.”Pertama,terus mengupayakan tersedianya skim kredit lunak dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas nelayan sehingga nelayan mampu menjadi tuan rumah dilautnya sendiri”.Usaha perikanan tangkap masih saja dianggap sebagai usaha yang berisiko tinggi sehingga meskipun pemerintah telah menyediakan berbagai skim kredit progam dibank-bank nasional bahkan bank milik daerah sekalipun namun untuk mengakses skim kredit tersebut bukanlah perkara mudah.Kredit Usaha Rakyat (KUR),Kredit Ketahanan Pangan dan Energi sektor kelautan dan perikanan (KKPE) adalah dua contoh skim kredit lunak yang disediakan oleh pemerintah,tentu saja beda dengan kredit komersial.Ini menandakan bahwa bank belum bisa meyakinkan dirinya untuk memberikan kredit.

Salah satu indikasi bahwa bank masih belum yakin sepenuhnya terhadap usaha perikanan tangkap adalah sektor perikanan masih digabung dalam sektor pertanian sehingga perikanan hanya dianggap sebagai sub sektor,beda dengan perkebunan yang dianggap satu sektor tersendiri atau terpisah dengan sektor pertanian.

Sebagai contoh,share kredit sub sektor perikanan pada triwulan II tahun 2009 menurun jika dibandingkan triwulan II tahun 2008.Share sub sektor perikanan hanya 4,98 persen dan 3,3 persen ditahun 2009 pertotal sektor pertanian dan posisinya masih berada tingkat bawah dari subsektor lainnya seperti sub sektor holtikultura (Materi BI pada seminar Dinas Kelautan dan Perikanan,17 November 2009).Maka disinilah peran pemerintah untuk terus meyakinkan lembaga perbankan agar dapat mendukung sektor kelautan dan perikanan.

Kedua,”memacu peningkatan kualitas SDM nelayan,tidak semata pengetahuan,tetapi juga ketrampilan serta kesehatan,baik fisik maupun mental”.Tidak dapat dipungkiri bahwa sebahagian besar masyarakat pesisir dan rumah tangga nelayan adalah berpendidikan rendah atau rata-rata dibawah SMU.Namun ini terjadi bukan semata-mata keinginan mereka akan tetapi kondisi yang memaksakan mereka untuk menerima kenyataan itu.Oleh karena itu pemerintah harus memperhatikan ketersediaan lembaga pendidikan atau sarana pendidikan dengan fasilitas yang memadai bagi mereka,infrastuktur jalan,puskesmas dan ketersediaan sarana sumber air bersih serta lingkungan yang sehat.Bila perlu bangun balai latihan nelayan disetiap lokasi tempat pendaratan ikan (TPI) yang ada dan jadikan sebagai wadah Diklat bagi masyarakat pesisir dan nelayan.

Ketiga,”mengembangkan institusi ekonomi di masyarakat pesisir untuk menciptakan ketahanan ekonomi menghadapi dinamika perubahan luar”.Disinilah organisasi masyarakat pesisir dan nelayan harus solid.Kelompok Usaha Bersama (KUB),P3MP,LEPP-M3 dan Koperasi Perikanan/Nelayan,misalnya.

Keempat,”memperkuat jaringan nelayan.Ada tiga hierarki jaringan : (a) Intra-community ; (b) inter-community; (c) supra-community”.Dimaksudkan untuk menkonsilidasikan kelompok nelayan yang selama ini beragam karena dibentuk oleh “proyek”.Banyak kelompok nelayan yang kita temukan di desa.Ada yang dibentuk oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP),Kementrian Koperasi dan UKM,Pemerintah Kab/Kota, atau LSM dan NGO.Jaringan ini penting untuk di integrasi sosial dan sebagai basis bagi kuatnya jaringan berikutnya.

Kelima,”pemerintah harus terus memberikan perlindungan hukum kepada nelayan yang selama ini selalu dirugikan’.Hampir setiap saat media massa baik cetak maupun elektronik menyajikan berita tentang penderitaan nelayan Indonesia maupun nelayan Aceh yang terdampar di negeri atau wilayah perairan negara lain dan seringkali diperlakukan dengan kurang baik.Maka ini merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum kepada setiap warga negaranya dimanapun mereka berada.Bahkan termasuk Pemerintah Aceh harus mampu melindungi kepentingan nelayan kecil jika nanti satu saat investor besar masuk ke Aceh.

Keenam,”berbagai program pemberdayaan seyogianya dilengkapi indikator keberhasilan”.Sejak paska tsunami hingga saat ini sudah cukup banyak program yang dilakukan oleh pemerintah,BRR,NGO yang diarahkan kepada pemberdayaan masyarakat pesisir dan nelayan.Bahkan saat ini dibeberapa kab/kota ada NGO yang sedang melakukan program EDFF termasuk didalamnya sektor perikanan.Akan tetapi jika dilakukan dengan pendekatan proyek dan tanpa disertai dengan evaluasi dampak bagi penerima manfaat pada setiap akhir periode maka program itu cenderung hanya untuk menghabiskan anggaran saja.

Tampaknya,saat ini di Aceh belum tersedia data berapa jumlah nelayan miskin dan miskin sekali,dan bagaimana perubahan komposisi jumlah nelayan miskin setelah ada program pemberdayaan,padahal,data ini sangat penting sebagai ukuran efektifitas program.Adanya data ini membantu program pemberdayaan tepat sasaran.

Kendala

“Pemimpin BI Banda Aceh, Mahdi Muhammad, menuturkan, ada beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya penyaluran kredit di sektor pertanian. Di antaranya karena manajemen usaha yang masih sangat sederhana, skala usaha yang kecil, ketiadaan jaminan, dan aliran uang (cashflow) yang tidak stabil”.(Serambi Indonesia,Senin/25/4/2011).

Tak dapat dipungkiri bahwa apa yang disampaikan oleh Pemimpin Bank Indonesia Banda Aceh merupakan kendala yang sangat fundamental sekali didalam industri jasa kredit perbankan.Memang itulah ciri-ciri usaha mikro,kecil dan menengah (UMKM).Berbeda dengan usaha besar dan korporasi,dimana manjemennya sudah sangat modern,sistem komputerisasi,mempunyai asset bernilai pasar (marketable).Tentu saja kita menginginkan,dengan segala kelemahan yang dimiliki oleh UMKM bagaimana kemudian semua pihak mensinergikan kelemahan tersebut menjadi daya dorong yang kuat untuk mengangkat kemampuan UMKM dalam melakukan produktivitasnya.Kebijakan pemerintah melahirkan skim kredit lunak seperti KUR,KKPE,KUPS,dll adalah kebijakan yang sangat tepat.Hanya saja bagaimana kemudian bank yang ditunjuk sebagai pelaksana dapat mengoptimalkan pelyanannya.Bukan hanya itu,kerjasama Bank Indonesia,Kementrian Kelautan dan Perikanan dengan Pemerintah Aceh untuk merekrut dan melatih Konsultan Pendamping UMKM Mitra Bank (KKMB) juga jalan yang ditempuh untuk membantu memperbaiki kelemahan pelaku UMKM terutama pada aspek manajemen usaha dan permodalan.Akhirnya dengan penuh rasa optimis semoga kedepan,darat dan laut kita akan semakin jaya.Bisa membawa masyarakatnya pada pencapaian kesejahteraan.Tujuan utamanya adalah menurunkan tingkat kemiskinan..Wallahu`alam.

Penulis : Hamdani,SE

Koordinator KKMB Aceh Sektor Kelautan/Perikanan dan staff pengajar tidak tetap pada Koordinatorat Kelautan dan Perikanan UNSYIAH.