Selasa, 21 Desember 2010

KKMB Ideal ( Oleh Hamdani)

KKMB merupakan konsultan bagi para UMKM. Mirip dengan account officer yang lazim dimiliki oleh bank-bank komersial. Keberadaannya dipayungi oleh UU Nomor 20/2008 dan SKB antara Menko Kesra dengan Bank Indonesia.Di seluruh departemen, terdapat sekitar 50 corak yang mirip-mirip dengan KKMB; antara lain adalah BDSP (business development services provider) yang merupakan binaan Menteri Koperasi dan ‘site manager’, yang merupakan binaan Direktorat Jenderal Pengolahan Hasil dan Pemasaran Departemen Pertanian. BDSP menangani aneka bisnis, yang penting berskala mikro sampai dengan menengah. Sedangkan ‘site manager’ menangani persoalan pasca panen kakao, yang antara lain mendorong peteni kakao untuk melakukan kegiatan fermentasi.
Di lingkungan DKP pun, dikenal pula tenaga-tenaga konsultan yang mirip dengan KKMB. Yang paling persis adalah Fasilitator Klinik Bisnis.Setiap instansi ternyata memiliki pola pengelolaan ‘konsultan’ yang unik. Site manager dan Fasilitator Klinik Bisnis merupakan tenaga yang diupah beberapa bulan, namun diharapkan bersedia bekerja selama setahun penuh. Fasilitator Klinik Bisnis diupah selama 6 bulan, sedangkan ‘site manager’ diupah selama 10 bulan.
BDSP sama dengan KKMB. Keduanya tidak diupah. Namun BDSP memperoleh perlakuan pembinaan yang jauh lebih intensif. Dengan demikian, jika dipadankan dengan KOPASSUS, KKMB itu merupakan pasukan mawar, yaitu pasukan khusus di antara pasukan pilihan. Best of the best!
Namun demikian, karena KKMB itu diseleksi secara ‘longgar’, maka terjadi variasi yang besar tentang kinerjanya di lapangan. Ada yang mampu mencapai kinerja yang bagus, ada juga yang kinerjanya buruk. Pada akhirnya, ada KKMB yang bahagia dan banyak pula yang tidak bahagia.
Fenomena itu mengisyaratkan perlunya sebuah perlakuan agar proporsi yang bahagia menjadi kian banyak. Soalnya, apakah perlakuan itu “merujuk pada yang bahagia” atau “merujuk pada yang tidak bahagia”?

PELAJARAN “BP ProCare”

British Petroleum sungguh sebuah perusahaan yang mempunyai etos "pelayanan kepada konsumen" yang tidak perlu diragukan lagi. Setiap saat perusahaan ini selalu mencoba untuk memberikan layanan prima. Untuk itulah perusahaan ini membentuk satu tim ad-hoc yang disebut BP ProCare.

BP ProCare menemukan kenyataan, bahwa pelanggan yang puas mencapai 79%. Suatu tingkatan yang tergolong tinggi. Namun perusahaan ini tetap ingin meningkatkan mutu layanannya. Kalau bisa memuaskan 100% pelanggan, kenapa harus puas dengan memuaskan 79% pelanggan? Untuk itu, BP ProCare menunjuk satu Tim Konsultan. Konsultan mencoba melakukan sebuah Focus Group Discussion (FGD) terhadap pelanggan yang tidak puas. FGD bemasil mengeksplorasi alasan ketidak-puasan dan tentu saja harapan-harapan mereka agar suatu ketika mereka dapat dipuaskan.Atas dasar itu, dirumuskanlah langkah-langkah strategik. Formulanya kira-kira: ketika pelanggan jatuh pada kondisi bad mood, maka perlu dilakukan sebuah intervensi berkategori good mood. Bila pelanggan merasa tidak puas karena memperoleh layanan buruk, maka pelanggan memperoleh kompensasi perbaikan layanan.

Hasilnya sungguh mencengangkan. Setelah rumusan itu dioperasikan, temyata tingkat kepuasan pelanggan justru menurun!

Hasil mengejutkan itu dievaluasi. Kesimpulannya, orang tidak selalu memberikan tanggapan positif ketika diberi perlakuan good mood tatkala mereka baru saja mengalami bad mood. Artinya, sebuah bad mood harus dinetralisasi dengan sebuah good mood yang tidak biasa-biasa saja. la butuh perlakuan yang apresiatif!

Tim Konsultan bekerja keras lagi. Kali ini melakukan FGD justru dengan pelanggan yang merasa puas. FGD mengeksplorasi mengapa pelanggan puas dan apa yang harus dilakukan agar kepuasan mereka meningkat? Berdasarkan hal itu, dirumuskan langkah strategik untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

Hasilnya mencengangkan. Hanya dalam waktu 8 bulan setelah program diluncurkan, maka pelanggan yang merasa puas pun meningkat menjadi 95%! Sekarang ambil hikmahnya. Apa yang harus dilakukan buat meningkatkan kinerja KKMB. Apakah merujuk pada KKMB bahagia atau KKMB tidak bahagia?

POSTUR KKMB

Ada tiga golongan ‘kepribadian’ KKMB, yaitu:

  1. Wirausahawan. Mereka memiliki kecakapan kepemimpinan dan bisnis yang baik. Mereka dapat mendorong maupun mengelola bisnis. KKMB mereka pandang sebagai asset untuk memperoleh kesempatan bisnis, yang tidak mungkin diperolehnya jika mereka bukan seorang KKMB. Pandangan seperti itu sudah menjadi ‘visinya’ ketika mereka mendaftar menjadi seorang KKMB. Jumlah mereka..?2,5% kah?
  2. Aktivis. Mereka memiliki kecakapan untuk menggerakkan masyarakat. Orientasi mereka adalah pengembangan masyarakat, pemberdayaan masyarakat. Bisnis dipandang sebagai sebuah titik masuk untuk melakukan proses pemberdayaan masyarakat. Mereka memiliki kecakapan kepemimpinan yang baik, tapi tidak selalu memiliki kecerdasan wirausaha yang baik. Jika mereka memiliki kecakapan wirausaha, mereka akan menjadi motor kewirausahaan-sosial yang tangguh. Jumlah mereka….? 10% kah??
  3. Pegawai. Mereka berjiwa pekerja. Siap bekerja keras. Tapi kurang punya inisiatif dan kurang kreatif. Mungkin saja menjadi KKMB dijadikannya sebagai sebuah ‘batu loncatan’ untuk mendekatkan akses pada bidang pekerjaan yang memberikan job-security yang lebih baik. Ia hanya siap untuk menjadi pegawai upahan. Jumlah mereka..? 65% kah?

Tentu saja ada KKMB yang memiliki ‘kepribadian’ gabungan dari dua atau tiga jenis di atas.Dalam praktek kerja, kelompok pertama dan kedualah yang akan bertahan. Sedangkan kelompok ketiga cenderung gagal untuk memperoleh nilai manfaat yang setara dengan ‘opportunity-cost’-nya. Kalau bergerak, mereka akan merasa ‘rugi’, tapi kalau tidak bergerak akan ‘malu hati’. Karena itu, kelompok ketiga hanya akan melakukan kegiatan yang bersifat koordinatif saja.Secara nasional, sekitar 25% KKMB mampu merealisasikan pengajuan proposal, dan sekitar 20% KKMB yang berhasil mencapai akad kredit dan/atau menjalin kemitraan bisnis.

Sangat boleh jadi, yang berhasil itu adalah KKMB yang memiliki karakteristik seorang wirausahawan atau seorang aktivis. Kelompok ketiga tidak memperoleh dorongan energi yang cukup untuk melakukan kegiatan layanan KKMB.

ARAH PEMBERDAYAAN KKMB

Belajar dari BP ProCare, maka arah pemberdayaan KKMB yang apresiatif itu hendaknya mengacu pada KKMB-KKMB yang berprestasi. Prinsip dasarnya adalah bagaimana memberikan insentif lebih tinggi kepada KKMB yang berhasil dan bukan berangkat dari motif untuk mengangkat KKMB yang tertinggal. Jika berangkat dari motif yang kedua, maka akan mereduksi daya-juang KKMB berprestasi. Secara agregat, peningkatan kinerja KKMB yang tertinggal lazimnya akan lebih kecil dibanding dengan penurunan kinerja KKMB berprestasi.

Pemberdayaan Bisnis KKMB Berprestasi

KKMB berprestasi pada umumnya bertindak juga sebagai pelaku bisnis. Ia bertindak sebagai pelaku pemasaran atau chanelling bisnis masyarakat binaannya.KKMB seperti ini perlu memperoleh insentif yang patut, dengan cara mendorong kegiatan bisnisnya mencapai skala yang ekonomik. Mereka didorong untuk menjadi lokomotif bagi bisnis masyarakat, dan sekaligus menjadi ‘pusat’ bagi terbentuknya cluster bisnis yang berbasis pada kewirausahaan-sosial.

Seorang KKMB, katakanlah, berhasil melakukan chanelling pemasaran produk ikan olahan, seperti ikan asin dan sejenisnya. Ia berhasil menembus pasar, dan dalam jangka pendek mampu bersaing.Itu sebuah kinerja yang amat bagus. Pertanyaannya, apakah dalam jangka panjang bisnisnya akan berkelanjutan? Apakah ia mampu bersaing dengan pesaingnya yang memiliki prasarana cold-storage, sementara ia tidak memiliki prasarana penyimpanan yang baik?

Jika ia bermimpi untuk mencapai posisi seperti pelaku bisnis di Lawang Seketeng dan Cengkareng, maka ia juga harus punya prasarana seperti yang dimiliki oleh pesainnya. Jika tidak, maka dalam jangka panjang, ia hanya akan menjadi ‘pelayan’ bagi pebisnis di Lawang Seketeng dan Cengkareng; dan dengan demikian ia tidak akan memiliki kemampuan yang stabil untuk menjadi ‘pemasar’ bagi produk-produk nelayan.

Kenapa perlu hadir pebisnis seperti KKMB? Karena, pebisnis di Lawang Seketeng dan Cengkareng adalah wirausahawan individual. Fungsi tujuannya adalah murni memaksimumkan keuntungan. Setiap saat akan bersiasat agar ia dapat membeli pasokan dengan harga yang minimal. Ia tidak akan membiarkan nelayan menjadi berdaya, tapi akan memelihara agar nelayan tidak mati.

Sementara itu, KKMB adalah pebisnis dengan mazhab wirausaha-sosial. Akan ia kembalikan sebagian keuntungannya untuk pembinaan nelayan. Atau ia akan beli produk-produk itu dengan harga yang lebih manusiawi.Dengan kata lain, bisnis pasar bebas bekerja atas dasar penindasan. Sedangkan wirausahawan sosial bekerja atas dasar saling menghidupkan dan saling membesarkan.

Anda berhak memilih akan bekerja dengan siapa? (Dalam dunia nyata, sungguh bukan urusan gampang untuk mengajak nelayan dan pelaku bisnsi di pesisir untuk terlibat dalam jaringan bisnis ‘wirausaha-sosial’, karena mereka sudah masuk dalam ‘zona nyaman’ bisnis yang konvensional.

Pendidikan Fasilitator Wirausaha Sosial

KKMB pada dasarnya merupakan seorang fasilitator dan motivator bisnis. Pelaku bisnis masyarakat bukan cuma didorong untuk meningkatkan skala usaha dirinya saja, melainkan mampu membangun cluster pelaku bisnis sejenis.Misalkan pasar masih mampu menyerap produk sebanyak 100 unit, sedangkan kapasitas produksi pebisnis baru 10 unit, maka ada kesempatan untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 10 menjadi 100 unit. Peningkatan produksi itu, bukan cuma dicapai dengan meningkatkan kapasitas produksinya sendiri, melainkan mengajak rekan-rekan sejawatnya untuk terlibat dalam proses produksi. Katakanlah dirinya meningkatkan kapasitas produksi dari 10 menjadi 20, sementara yang 80 disebarkan kepada cluster bisnis sejenis. Itu adalah salah satu dasar bagi wirausaha-sosial. Untuk mencapai kinerja ekonomi yang sama, dihasilkan dampak sosial (positif) yang lebih besar. Dalam bahasa ekonomi dikatakan, menghasilkan multiplier effect yang lebih besar.

Pemetaan Potensi Bisnis Masyarakat

Memetakan potensi bisnis masyarakat bukan perkara mudah. Ia butuh biaya yang tinggi. Dan sungguh tidak adil jika biaya itu harus menjadi bagian dari pengeluaran KKMB. Karena itu, Satgasda KKMB Provinsi Aceh hendaknya memfasilitasi hal tersebut.Lakukanlah kegiatan pemetaan. Mekanismenya bisa kontraktual maupun swakelola. Tapi libatkanlah KKMB di setiap lokasi untuk menjadi salah satu enumeratornya.

Dengan cara itu, KKMB akan memperoleh gambaran obyektif tentang potensi bisnis di wilayahnya. Pada saat yang sama, kegiatan pemetaan itu sendiri akan menjadi media konkret bagi KKMB untuk berinteraksi dengan masyarakat-mitranya.

Perbaiki Proses Seleksi dan Pelatihan

Jika Satgasda Aceh berniat untuk menambah jumlah KKMB, maka perlu dilakukan proses seleksinya. Seleksi secara sadar memilih calon-calon KKMB yang potensial menjadi seorang wirausahawan-sosial. Seorang yang punya bakat bisnis pun, jika cara berbisnisnya itu sangat selfish (hanya berfungsi tujuan untuk memaksimumkan keuntungan, seperti yang ditunjukkan oleh pelaku bisnis di pasar bebas sana), juga tidak perlu dipilih menjadi seorang KKMB.Seorang tipe ‘pegawai’ tidak perlu diangkat menjadi KKMB. Biarlah tipe pegawai itu untuk memasuki lapangan kerja mana pun, jadi PNS maupun pegawai swasta. Tapi tidak cocok untuk menjadi KKMB. Kasihan jika tipe seperti itu dipaksa untuk bekerja menjadi seorang KKMB.

Pelatihan KKMB pun tidak cukup hanya berupa pelatihan teknis (seperti yang diperolehnya selama ini). Pelatihan seperti itu mampu memberikan kecakapan teknis untuk menjadi seorang account officer. Tapi belum cukup untuk menjadikan mereka seorang wirausahawan-sosial. Menjadi petarung yang siap bekerja sebagai wirausahawan.

GAJI BUAT KKMB

Ini pertanyaan yang nyaris selalu muncul ke KKMB Center Aceh. Tolong diperjuangkan, agar KKMB memperoleh gaji bulanan, tidak usah 12 bulan dalam setahun, tapi ada beberap bulan yang mereka dapat menerima gaji. Ada juga yang mengusulkan agar KKMB diprioritaskan untuk diterima sebagai PNS pada saat penerimaan PNS. Belajar dari pengamatan terhadap perkembangan KKMB di DKP serta ‘site manager’ di Departemen Pertanian, maka harus kita katakan bahwa gaji itu bukan merupakan faktor utama pembangkit kinerja. Bahkan gaji telah mendorong para ‘site manager’ itu sebagai seorang ‘pegawai’. Proporsi tipe ‘wirausahawan’ dan ‘aktivis’ pada ‘site manager’ (yang memperoleh gaji selama 10 bulan dalam setahun) ternyata jauh di bawah proporsi yang dijumpai pada komunitas KKMB. Bahkan mereka cenderung berperilaku sebagai ‘orang upahan’, meski pada saat perekrutan sudah dijelaskan bahwa mereka adalah aktivis pemberdayaan masyarakat petani kakao.

Dengan kenyataan seperti itu, apakah gaji buat KKMB menjadi tidak perlu? Kita tidak ingin mengatakan tidak perlu. Kita hanya ingin menekankan, jika gaji itu diberikan kepada KKMB, maka itu sama sekali tidak akan menjadi motivating factor bagi KKMB. Bahkan perlakuan itu jika diberikan secara tidak bijaksana, justru akan merongrong kinerja KKMB secara agregat, seperti halnya yang dialami oleh ‘site manager’. Gaji hanya baik buat lebih memanusiawikan KKMB. Dengan memperoleh gaji, maka tampak sebuah perlakuan yang lebih manusiawi. Hanya itu.

PERAN KKMB

Masa Lalu

Secara konsep aslinya, KKMB dibayangkan akan menjadi seorang account officer yang bekerja melekat dengan masyarakat. Karena itu, ia dilatih khusus. Ia diberi pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi seorang account officer. KKMB Aceh memandang modus itu ‘berbahaya’. Karena tidak sembarang orang bisa bertahan menjadi seorang AO tanpa bayaran. Upahnya hanya mengandalkan komisi dari kredit yang dicairkan sebesar 2,5% dari pagu kredit. Jika ia berhasil menyalurkan kredit setahun 50 juta, maka komisi yang akan diperolehnya adalah 1 juta rupiah (dalam setahun). Itu tidak pernah bisa menjadi kompensasi atas opportunity cost yang telah dikeluarkannya selama setahun.

Kami melihat, KKMB harus punya kecakapan lain. Kecakapan itu adalah kewirausahaan-sosial dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat. Keyakinan itu, tentu saja, didorong dengan pengalaman empirik: (i) pemahaman kami terhadap ‘KKMB’ yang telah eksis sebelumnya, yaitu BDSP di lingkungan Kementrian Koperasi; dan (ii) Kinerja aktivis (mitra) binaan KEHATI. Dalam dua komunitas besar itu dapat ditarik hikmah, bahwa aktivis yang berhasil menunjukkan kinerja yang baik adalah yang memiliki jiwa kewirausahaan-sosial yang tinggi. Mereka juga memiliki keterampilan sebagai faslitator pemberdayaan masyarakat.

Atas dasar keyakinan itu, maka KKMB Aceh berkonsentrasi untuk mensosialisasikan kecakapan kewirausahaan-sosial dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat. Kegiatan itu dicangkokkan dalam setiap kegiatan pertemuan yang difasilitasi oleh BI dan Satgasda. Tidak pernah ada pelatihan yang khusus diselenggarakan untuk mengintroduksikan soal kewirausahaan sosial dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat secara paripurna.

Kegiatan itu sulit dibilang efektif. Tapi dari perjalanan KKMB selama ini, diperoleh hasil yang mirip dengan pengalaman BDSP, KEHATI, maupun ‘site manager’ (Deptan). Kewiraushaan-sosial dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat merupakan kompetensi strategik yang perlu dimiliki oleh seorang KKMB.

Masa Akan Datang

Pada masa yang akan datang, KKMB Center akan lebih strategik apabila mampu mengawal realisasi:

· Pemberian insentif kepada KKMB yang berhasil, dengan cara membangun cluster bisnis yang rasional.

· Pelatihan fasilitator wirausahawan sosial.

· Pemetaan potensi bisnis.

· Perekrutan yang lebih selektif.

Keempat gagasan itu hendaknya diadopsi menjadi program Satgasda KKMB Provinsi Aceh.


Organisasi

Bidang organisasi nyaris tidak tersentuh.KKMB Centre Aceh dibentuk kemudian melayang-layang di udara.Praktis gagal membangun tatakelola ogranisasi yang baik. Adalah benar,KKMB sama sekali berbeda dengan asosiasi-asosiasi bisnis lainnya. Mereka punya energi internal untuk membangun organisasi. KKMB lebih bersifat ‘organisasi binaan’. Ia tidak punya kekuatan, misalnya, untuk mengadakan pulsa agar bisa berkomunikasi dengan baik dengan konstituennya.

Ke depan, organisasi ini bisa mengandalkan ruang maya. Website khusus KKMB akan memberikan kebanggaan bagi KKMB, dan bisa menjadi sarana komunikasi yang baik. Saya optimis, sekitar 60% KKMB adalah pengakses internet. Jadi website KKMB bisa menjadi sarana yang efektif.

PENUTUP

Langkah yang apresiatif adalah belajar dari keberhasilan KKMB sukses. Kesuksesan itu ditularkan kepada lainnya. Dan KKMB yang sukses adalah mereka yang memiliki kompetensi wirausaha-sosial dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat. Dua faktor itu yang menjadi energi utama penggerak KKMB.

"Intisari Materi Bapak Djuhendi Tadjuddin Ketua Assosiasi Nasional KKMB Kementrian Kelautan dan Perikanan RI pada acara Temu Nasional KKMB di Jakarta".

Rabu, 01 Desember 2010

PRESS RELEASE BPS ACEH NOVEMBER 2010

Thu, Dec 2nd 2010, 12:05
Angkatan Kerja di Aceh Bertambah 40 Ribu Orang
* November, Aceh Inflasi 2,17 Persen

Sumber : Harian Serambi Indonesia Ekonomi | Bisnis

BANDA ACEH - Jumlah angkatan kerja di Provinsi Aceh pada Agustus 2010 mencapai 1,939 juta orang, bertambah sekitar 40 ribu orang dibanding Agustus tahun lalu sebesar 1,898 juta orang. Sementara jumlah penduduk yang bekerja mencapai 1,776 juta orang bertambah lebih dari 43 ribu orang dibandingkan Agustus 2009 sebesar 1,733 juta orang.

Informasi itu disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Syech Suhaimi SE MSi dalam paparannya pada acara Press Release di Aula BPS Aceh, Rabu (1/12).

Syech Suhaimi menyebutkan, kendati jumlah angkatan kerja bertambah, tetapi jumlah pengangguran pada Agustus 2010 justru mengalami penurunan hampir mencapai 3 ribu orang, yaitu dari 165 orang pada Agustus 2009 menjadi hanya 162 ribu orang tahun ini.

“Sedangkan Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Aceh pada Agustus 2010 mencapai 8,37 persen, lebih rendah dibanding TPT bulan Agustus 2009 sebesar 8,71 persen,” katanya.

Ia juga mengungkapkan, dari sisi gender (jenis kelamin), pada Agustus 2010 sekitar 37,29 persen tenaga kerja perempuan sudah bekerja. Sementara tenaga kerja laki-laki yang sudah bekerja hanya sekitar 32,27 persen. Artinya kebanyakan pekerja di Aceh adalah kaum perempuan.

“Selama setahun terakhir, penurunan pengangguran terjadi pada perempuan hampir 2 ribu orang, sedangkan penurunan pengangguran pada laki-laki lebih dari 1.700 orang,” sebutnya.

Inflasi
Pada sisi lain, Syech Suhaimi menyebutkan, pada November 2010 Kota Banda Aceh mengalami inflasi sebesar 1,73 persen. Begitu juga Kota Lhokseumawe mengalami inflasi sebesar 2,64 persen. Sementara di tingkat provinsi, Aceh mengalami inflasi sebesar 2,17 persen.

Inflasi yang terjadi di Kota Banda Aceh, sebut Syeh Suhaimi, secara umum disebabkan oleh kenaikan harga pada bahan makanan dengan inflasi sebesar 6,07 persen, diikuti sandang 0,72 persen, perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakatr sebesar 0,13 persen.

Dari 76 jenis barang dan jasa yang mengalami perubahan harga di bulan November 2010, sebanyak 52 jenis barang dan jasa di antaranya mengalami kenaikan harga. Sedangan 24 jenis barang dan jasa lainnya mengalami penurunan harga.

Beberapa barang yang naik harga antara lain cabe merah sebesar 0,4529 persen, beras 0,0896 persen, dan emas perhiasan naik sebesar 0,0583 persen. Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain mobil turun harga sebesar 0,0120 persen.

Syech Suhaimi menyebutkan, laju inflasi tahun kelender 2010 (Januari-November 2010) untuk Kota Banda Aceh sebesar 3,42 persen, Kota Lhokseumawe 4,09 persen, dan Provinsi Aceh sebesar 3,74 persen. Sementara inflasi “year to year” (November 2009-November 2010) di Kota Banda Aceh sebesar 3,18 persen, Kota Lhokseumawe 5,45 persen, dan Provinsi Aceh 4,26 persen.

Ekspor menurun
Kepala BPS Aceh juga mengungkapkan, nilai ekspor Aceh pada September 2010 mengalami penurunan sebesar 49,34 persen dari US$ 136.076.609 menjadi US$ 68.941.084 dibandingkan posisi ekspor pada Agustus 2010. Sementara nilai impor mengalami peningkatan cukup pesat, dari US$ 15.236 pada Agustus 2010 menjadi US$ 757.820 pada September 2010.

Dirincikan, ikan, udang, bahan bakar meneral (LNG dan CPO), bahan kimia organik merupakan komoditas andalan ekspor Aceh selama September 2010. Sedangkan komoditas yang diimpor pada September 2010 meliputi garam, belerang, dan kapur untuk keperluan produksi semen. “Malaysia merupaka satu-satunya negara asal impor selama September 2010,” kata Syeh Suhaimi.(usb)

MARKETING IN BUSINESS BY AHMAD SUBAGYO (NEW RELEASE)



Detail buku silahkan mengubungi email : bgy2000@yahoo.com atau silahkan klink link ISLAMIC MICROFINANCE di sebelah.

Salam hangat.
IE

Rabu, 24 November 2010

Pemerintah Aceh Tetapkan Sentra Peternakan Unggas

Sumber Harian Serambi Indonesia
Ekonomi | Bisnis

BANDA ACEH - Untuk memenuhi target kebutuhan telur bagi konsumen di Aceh, sejak tahun 2009, Pemerintah Aceh menetapkan lokasi sentra peternakan unggas, terutama untuk pengembangan ayam ras petelur (layer). “Ada empat daerah yang dijadikan sebagai sentra pengembangan ayam ras petelur, yakni Saree, Bireuen, Aceh Timur dan Kota Subulussalam,” ujar Kadiskeswannak Aceh, Ir Murtadha Sulaiman melalui Plt Ka UPTD Ternak Non Ruminansia, Ir H Adusmin Umar, MM, kemarin.

Lebih jauh dirincikan, pengembangan ternak unggas berupa layer itu juga diikuti dengan pengembangan pabrik pakan ternak, sebagai bagian terintegrasi dari pengembangan layer. Dengan target untuk mengurangi ketergantungan pasokan dari luar Aceh.

Tingkat ketergantungan itu akan terus diperkecil, seiring penambahan kuantitas ternak unggas dari tahun ke tahun. “Jika tahun 2009 kita telah berhasil memenuhi kebutuhan telur sekitar 20 persen, pada tahun 2112 populasi ayam ras petelur akan mencapai 600.000 ekor dengan produksi rata-rata 500.000 butir telur per hari. Jumlah itu setara dengan 50 persen kebutuhan telur di Aceh yang diprediksi mencapai 1 juta butir per hari,” tandas Murtadha.

Khusus untuk tahun anggaran 2010, Diskeswannak mendistribusikan ayam ras petelur sebanyak 65.000 ekor pada sembilan kabupaten/kota di Aceh. Selain itu juga didistribusikan sekitar 2000 ekor itik untuk wilayah Banda Aceh, Aceh Besar serta Aceh Utara. Selain itu melalui dana Otsus Aceh Utara juga disebarkan ternak unggas sebanyak 5000 ekor.

Sistem zona
Pada sisi lain, Kadiskeswannak yang juga didampingi oleh juru bicaranya, Ir Basri Ali menambahkan, untuk penataan industri perunggasan secara menyeluruh--baik dari hulu hingga ke hilir--di Aceh dilakukan sistem perwilayahan atau zoning. Sistem itu akan mampu meningkatkan produktifitas usaha peternakan unggas, karena akan mudah dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan jangkitan penyakit.

Penataan zona itu didasarkan pada optimalisasi penerapan prinsip good farming practice (GFP) dalam zona tertentu. Dengan demikian akan diketahui status kesehatan hewan yang jelas dan telah menerapkan sistem budidaya ternak yang baik, mencakup aspek manajemen, kesehatan hewan dan pengendalian limbah.

Salah satu aplikasi dari sistem zona itu adalah pengembangan budidaya unggas lokal di pedesaan atau village poultry farming. Program ini disamping dapat meningkatkan produksi daging unggas, juga dapat mengatasi keadaan rawan gizi pada masyarakat pedesaan.(nur)

KREDIT BERMASALAH DEKATI AMBANG BATAS

*Rp 356 Miliar di Antaranya Macet

Sumber Harian Serambi Indonesia :Ekonomi | Bisnis 25 November 2010

BANDA ACEH - Kredit bermasalah (Non Peforming Loan/NPL) bank umum konvensional di Aceh pada Triwulan III 2010 (Juli-September) mengalami lonjakan yang cukup tajam, mencapai 4,44 persen dari total penyaluran kredit, atau nyaris mendekati ambang batas toleransi sebesar 5 persen. Sementara pada bank umum syariah, kualitas kreditnya masih tetap terjaga, yakni dengan rasio NPL hanya 1,8 persen.

Kajian Ekonomi Regional Triwulan III Provinsi Aceh yang dikutip Serambi dari website BI, www.bi.go.id, menunjukkan bahwa rasio kredit bermasalah yang terjadi pada triwulan III kemarin merupakan yang tertinggi sepanjang tiga tahun terakhir.

Tahun 2008 misalnya, rasio NPL tertinggi yang terjadi sebesar 2,4 persen, dan di tahun 2009 tertinggi sebesar 3,21 persen. Menariknya, peningkatan rasio NPL tersebut selalu terjadi di triwulan III. (lihat grafis)

Trend kenaikan NPL itu sendiri mulai terjadi sejak triwulan I 2010, setelah sebelumnya sempat menurun di triwulan IV 2009, dimana dari 2,4 persen naik menjadi 3,36 persen. Triwulan II 2010, NPL naik lagi menjadi 3,42 persen dan melejit cukup tajam di triwulan III menjadi 4,44 persen.

Artinya, bila dilihat dari total penyaluran kredit Rp 13,361 triliun, sebesar Rp 610,196 miliarnya masuk dalam komponen NPL, yang terdiri dari Rp 124,245 miliar kredit kurang lancar, Rp 129,865 miliar kredit diragukan, dan Rp 356,086 miliar kredit macet. Sementara kredit dalam pengawasan khusus sebesar Rp 1,115 triliun dan yang digolongkan kredit lancar Rp 11,636 triliun.

Kinerja bank konvensional sendiri terbilang cukup baik. Penyaluran kredit secara year on year (tahunan) mengalami peningkatan 26,9 persen kendati komponen terbesar kredit masih mengalir ke sektor konsumsi. Demikian juga dengan kredit mikro kecil dan menengah yang naik sebesar 36,5 persen.

Peningkatan juga terjadi pada penghimpunan dana pihak ketiga. Secara triwulan peningkatannya mencapai 7,9 persen, namun bila secara tahunan, pertumbuhannya sangat tipis, hanya 3 persen.

Peningkatan volume dana pihak ketiga (DPK) yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyaluran kredit menyebabkan rasio kredit tersalur dari dana yang dihimpun (Loan to Deposit Ratio/LDR) menurun sebesar 370 bps menjadi 78,5 persen.

Bank syariah
Berbeda halnya dengan bank umum syariah. Meski penyaluran pembiayaan mengalami peningkatan signifikan, yakni 81 persen secara tahunan dan 13,9 persen secara triwulan, namun perbankan syariah masih dapat mengontrol tingkat kredit bermasalah (Non Performing Financing/NPF) yang tercatat mengalami penurunan. NPF menurun dari 2,1 persen pada triwulan II menjadi 1,8 persen di triwulan III.

Pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang tinggi dibarengi dengan penurunan penghimpunan DPK telah menyebabkan rasio kredit tersalur dari dana yang dihimpun (Financing to Deposit Ratio/FDR) meningkat dari 106,3 persen menjadi 123,7 persen.(yos)

Minggu, 14 November 2010

Pemerintah dinilai tidak pro koperasi (?)


Sat, Nov 13th 2010, 13:56
Pemerintah Dinilai tidak Pro Koperasi

Sumber Harian Serambi Indonesia :Ekonomi | Bisnis KUALA SIMPANG

Ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) Aceh Tamiang, Muhammad Yani MSi, menilai, kebijakan yang dilakukan pemerintah selama ini belum berpihak pada koperasi. Akibatnya hingga sekarang koperasi di Aceh hanya berjalan di tempat, tanpa mengalami perkembangan berarti.

“Sebagian besar koperasi yang mampu bertahan harus menghadapi persaingan usaha yang tidak sehat, gejala pengkerdilan skala usaha, dan gangguan mal-praktik koperasi. Ini adalah kendala berat yang harus dihadapi,” kata Yani kepada Serambi, Jumat (12/11).

Salah satu contohnya, dia sebutkan, soal Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Hutan Tanaman Industri (HTI), dimana pemerintah lebih mengutamakan pengusaha ketimbang koperasi. Demikian juga dengan program revitalisasi perkebunan yang dilakukan oleh salah satu koperasi di Aceh Tamiang.

Program tersebut terhambat karena SK (Surat Keputusan) lahan belum dikeluarkan bupati. “Setelah ditelusuri, lahan tersebut ternyata menjadi rebutan pengusaha, padahal sebagian lahan sudah dikerjakan warga. Koperasi juga sudah merintis hingga ke Jakarta, namun kendalanya ya SK tadi,” imbuhnya.

Dampaknya, koperasi sebagai sebuah badan usaha dicitrakan gagal memenuhi harapan masyarakat. Begitu juga sebagai gerakan ekonomi rakyat, koperasi juga dianggap urung menjadi paradigma sentral demokrasi ekonomi di Aceh Tamiang.

Tanpa penanggulangan sistemik dan menyeluruh, Yani berkeyakinan kalau posisi koperasi bakal tergeser dan peran dan fungsi sesungguhnya. Karena itu, Dekopinda Aceh Tamiang mendorong pemerintah untuk lebih serius menangani koperasi, mulai dari penempatan personel berdedikasi di SKPD, hingga pendampingan terhadap pengurus koperasi.

Pihaknya juga meminta agar dinas yang membidangi koperasi mempunyai konsep yang jelas. “Jangan hanya mengejar kuantitas koperasi tapi juga kualitasnya, sehingga masyarakat percaya pada pemerintah yang memimpin hari ini,” tandas Yani.

Dekopinda juga menawarkan kepada Pemkab Tamiang agar dana yang telah digulirkan dapat kembali ditarik dengan berbagai pendekatan. Namun sebelum itu dilaksanakan perlu dilakukan kajian menyeluruh. Pembentukan tim pengkajian sangat diperlukan dan rekomendasi tim dijadikan tindak lanjut kegiatan, sehingga dana yang macet, baik bersumber dari APBN, APBA, APBK, dan BRR serta sumber lainnya dapat menjadi potensi untuk mendorong sektor rill.

“Jika kredit macet tersebut dapat dikembalikan oleh masyarakat sebahagiannya saja, maka pemerintah daerah dapat mengalokasikan dana tersebut untuk mendirikan BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dan ini akan mempercepat lajunya pertumbuhan ekonomi di Aceh Tamiang,” timpal Ketua Dekopinda Aceh Tamiang tersebut.(md)

BANGKITKAN EKONOMI ACEH


Thu, Nov 11th 2010, 13:48

Bangkitkan Ekonomi Aceh
Hipmi Minta Pemerintah Lakukan Langkah Kongkret

Sumber Harian Serambi Indonesia : Ekonomi | Bisnis BANDA ACEH

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Aceh meminta pemerintah Aceh agar segera mengambil langkah kongkret dalam upaya meningkatkan daya saing ekonomi Aceh. Permintaan tersebut tertuang dalam rekomendasi Hipmi Aceh dalam acara Rapat Kerja Daerah (Rakerda) X yang berlangsung Senin hingga Selasa (8-9/11).

Ketua Hipmi Aceh, Fakhrizal Murphy, menjelaskan, meski angka kemiskinan Aceh terus mengalami penurunan dari 30,12 persen tahun 2007 menjadi 23,5 persen tahun 2008, dan 21,8 persen tahun 2009, namun bila dilihat dari peringkat, Aceh ternyata masih termasuk daerah dengan jumlah masyarakat miskin terbesar, peringkat tujuh nasional.

“Karena itu Pemerintah Aceh harus segera melakukan langkah kongkret dalam upaya meningkatkan daya saing ekonomi daerah ini,” katanya. Ada empat rekomendasi Hipmi yang diberikan kepada pemerintah Aceh, salah satunya adalah dengan mengoptimalkan pemberdayaan UMKM di Aceh mengingat masih banyak di antaranya yang belum tersentuh perbankan, mencapai 247.000 UMKM dari total 280.000 UMKM.

“Pemerintah Aceh juga harus menjalan aksi keberpihakan yang nyata, yaitu dengan memberikan pembinaan dan peluang khusus kepada pengusaha muda. Juga mendorong Bank Aceh selaku bank daerah untuk memberikan peluang kredit yang lebih besar kepada sektor riil,” ucap Fakhrizal.

Ketua Hipmi Aceh tersebut menambahkan, Pemerintah Aceh perlu segera membentuk Satgas Antipungli. Menurut dia, Pemerintah Aceh harus segera memangkas praktik-praktik penyimpangan birokrasi dalam rangka menciptakan iklim investasi dunia usaha yang kondusif.

“Dengan demikian pengangguran dapat ditekan, kemiskinan dapat dikurangi, yang akhirnya mensejahterakan masyarakat Aceh,” demikian Fakhrizal Murphy.(yos)

Senin, 08 November 2010

BI Canangkan GSM




Mon, Nov 8th 2010, 13:57

BI Canangkan Gerakan Siswa Menabung
Sumber : Harian Serambi Indonesia. Ekonomi | Bisnis


BANDA ACEH - Bank Indonesia (BI), Minggu (7/11), mencanangkan ‘Gerakan Siswa Menabung’ (GSM) secara serentak di seluruh Indonesia. Di Aceh kegiatan tersebut diikuti sekitar 1.000 pelajar dan siswa di wilayah kerja BI Banda Aceh dan BI Lhokseumawe.

Di Banda Aceh, kegiatan GSM tersebut dilaksanakan di AAC Dayan Dawood, Unsyiah, diikuti 600 pelajar dan siswa. Acara diisi dengan pemutaran film ‘Lucunya Negeri Ini’ dan beberapa permainan berkaitan dengan perbankan. “Gerakan Siswa Menabung ini merupakan tindak lanjut dari Gerakan Indonesia Menabung (GIM),” kata Pimpinan BI Banda Aceh, Mahdi Muhammad.

Mahdi menjelaskan, untuk mendukung kegiatan gemar menabung di kalangan siswa ini, pihaknya bersama perbankan di Banda Aceh telah menggelar pertemuan dengan 32 kepala sekolah di Banda Aceh dan Aceh Besar. “Dalam pertemuan itu kami mengimbau guru-guru dan ketua komite sekolah membantu mensukseskan GSM melalui program TabunganKu ini,” ujarnya.

Menurut Mahdi potensi masyarakat di Aceh untuk menabung masih besar. Jadi, lanjut dia perlu dilaksanakan aktivitas dan komunikasi yang dapat meningkatkan minat masyarakat khususnya pelajar untuk membuka rekening TabunganKu.

Kegiatan serupa juga berlangsung di Lhokseumawe yang dipusatkan di SMU Sukma Lhokseumawe dan diikuti 400 siwa dan pelajar. Acara dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Kadisdikpora) Lhokseumawe, Ramli Ismail.

Pimpinan BI Lhokseumawe Zulfan Nukman menjelaskan, kegiatan kali ini memang menyasar pelajar dengan memberikan motivasi tentang pentingnya menambung. Pelajar juga merupakan nasabah produktif bagi perbankan. “Di Lhokseumawe dan Aceh Utara jumlah siswa dan pelajar mencapai 26.000 lebih. Bila mereka membuka tabungan dengan setoran perdana saja Rp 20.000, maka perbankan akan mampu menghimpun dana mencapai Rp 4,8 miliar lebih,” sebutnya.(ami/bah)

Minggu, 07 November 2010

EXPO TERNAK SAPI IB (Inseminasi Buatan)




Sun, Nov 7th 2010, 12:32
Expo Ternak Sapi IB

Pemerintah Aceh Buka Keran Investasi Peternakan



* 2011 Aceh Produksi 1.700 Sperma Sapi Beku

Ekonomi | Bisnis SERAMBI INDONESIA

BIREUEN - Pemerintah Aceh membuka keran seluas-luasnya kepada investor yang berminat untuk berinvestasi di sektor peternakan, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan telantar.

Gubernur Irwandi Yusuf menyatakan itu dalam sambutannya yang dibacakan Asisten I Setda Aceh, Marwan Supi SH, saat membuka Expo Ternak Hasil Inseminasi serta Pengabdian Masyarakat yang dilaksanakan Diskeswannak Aceh bekerja sama dengan FKH Unsyiah, di Bireuen, Sabtu (6/11).

Menurut Gubernur, lahan telantar selama ini hanya dipakai oleh masyarakat untuk memelihara ternak dalam skala kecil. Padahal lahan tersebut bisa digunakan untu usaha ternak intensif dan padat modal.

“Tentu saja hal ini hanya mampu dilakukan oleh pemilik jasa investasi ternak skala besar. Karenanya Pemerintah Aceh mengundang investor dengan memberikan kemudahan investasi,” kata Gubernur.

Aceh disebutkannya, memiliki potensi lahan pengembalaan seluas 161.560 hektare dari total luas Aceh 58.375.63 kilometer persegi. Sedangkan luas kebun rumput mencapai 8.412 hektare dengan kapasitas tampung sebanyak 568.795 satuan ternak (ST).

“Sedangkan sapi yang ada di Aceh saat ini 503.478 ST, dengan demikian masih ada potensi menampung 65.317 ST atau setara 90.952 ekor lagi,” ujarnya.

Khusus untuk sapi potong, diharapkan pertumbuhannya akan semakin tinggi, dalam kaitan mendukung tercapainya swasembada daging sapi nasional tahun 2014. Percepatan itu dilakukan dengan mengenjot pertumbuhan bibit sapi dan itu bisa dilakukan dengan dukungan penuh melalui kredit usaha pembibitan sapi (KUPS).

Bibit ternak
Sementara itu Kadiskeswannak Aceh, Murtadha Sulaiman, mengucapkan, salah satu alternative pokok untuk penyediaan bibit ternak adalah melalui inseminasi buatan (IB). Aplikasi IB di Aceh telah berlangsung sejak tahun 1973 namun baru tahun 2009 dibentuk UPTD Diskeswannak selaku penanggung jawab program.

Khusus untuk pelestarian plasma nutfah, Pemerintah Aceh dikatakannya telah menetapkan kawasan Pulo Aceh untuk pelestarian sapi Aceh serta Simeulu untuk pelestarian plasma nutfah kerbau. “Insya Allah tahun 2011 kita akan memproduksi 1.500 semen (sperma) beku sapi Aceh dan 200 semen beku kerbau Aceh,” ujar Murtadha.

Sebelumnya, Bupati Bireuen, Nurdin Abdul Rahman, mengharapkan agar Bireuen dijadikan sentra pengembangan ternak IB. Pemkab Bireuen ujarnya telah menggandeng pihak Italia Cooporations untuk pengembangan ternak di Bireuen. “Kami berharap kegiatan ini terus berkelanjutan di Biruen, dalam upaya menunjang ketersediaan ternak dan konsumsi daging secara berkeninambungan. Juga hendaknya sosialisasi IB makin terus digiatkan hingga ke pedesaan,” harap Nurdin.

Kegiatan expo ternak itu sendiri berlangsung hingga tanggal 9 November 2010. Sedangkan kegiatan pengabdian masyarakat oleh mahasiswa FKH Unsyiah dilakukan di lima desa dalam kabupaten Bireuen. Pengumuman juara pemenang untuk kontes sapi diumumkan pada hari itu juga.(yus)

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III MELAMBAT



Sat, Nov 6th 2010, 09:38

Produksi Pertanian Turun
Pertumbuhan Ekonomi Aceh Triwulan III Melambat


Harian Serambi Indonesia, 6 November 2010
Ekonomi | Bisnis
BANDA ACEH - Perekonomian Aceh yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) triwulan III 2010, tanpa minyak dan gas (migas) mengalami pertumbuhan sebesar 2,26 persen, melambat dibandingkan triwulan II 2010 yang tumbuh 2,32 persen. Sementara bila migas diperhitungkan, ekonomi Aceh tumbuh 2,06 persen, lebih tinggi dari triwulan II yang tumbuh 1,89 persen. “Kondisi triwulan III 2010 sedikit meningkat jika dengan perhitungan migas, sedangkan tanpa perhitungan migas sedikit mengalami perlambatan,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Syech Suhaimi, kepada wartawan, Jumat (5/11).



Struktur perekonomian Aceh secara umum juga tidak mengalami pergeseran. Syech menjelaskan, tanpa migas maupun dengan pelibatan migas, pertanian masih tetap menjadi sektor penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB Aceh. “Bila dengan migas kontribusinya sebesar 28,83 persen dan tanpa migas 33,98 persen,” sebutnya.(lihat grafis) Namun dibandingkan triwulan II, laju pertumbuhan di sektorpertanian mengalami penurunan yang disebabkan oleh turunnya tingkat produksi, dari 2,6 persen menjadi 0,75 persen. “Karena kontribusi PDRB terbesar diberikan oleh sektor pertanian, penurunan produksi yang terjadi itu memberi dampak yang besar sehingga membuat laju pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa migas tumbuh melambat,” ucap Syech.

Produksi migas
Menariknya, pertumbuhan positif itu ternyata masih terjadi bila komponen migas dilibatkan, berbeda dibandingkan sebelumnya yang selalu mengalami pertumbuhan negatif. Dengan melibatkan migas, sektor pertambangan dan penggalian, serta industri pengolahan, mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Kedua sektor tersebut memberi kontribusi sebesar 19,22 persen. “Namun jika tidak mengikutkan komponen migas, maka dua sektor ini hanya memberikan kontribusi sebesar 4,81 persen,” ucap Syech Suhaimi. Menurutnya, peningkatan tersebut terjadi karena produksi migas Arus triwulan III meningkat dibandingkan triwulan II 2010.

Capai target
Melihat perkembangan ekonomi Aceh hingga triwulan III, Syech Suhaimi optimis, pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2010 yang ditargetkan Pemerintah Aceh sebesar 5 persen bisa tercapai. “Itu bila tidak ada gangguan berarti di sektor pertanian, seperti elnina atau gangguan lainnya,” imbuhnya. Saat ini saja, capaian kinerja perekonomian Aceh selama sembilan bulan terakhir (tiga triwulan) tumbuh cukup menggembirakan, yaitu tumbuh 3,05 persen. Sedangkan tanpa melibatkan migas mengalami pertumbuhan sebesar 5,33 persen. “Saya optimis pertumbuhan ekonomi tahun ini lebih baikdibandingkan tahun lalu,” kata Syech. Sebagaimana diketahui, tahun 2009 ekonomi Aceh dengan migas minus 5,58 persen dan tanpa migas tumbuh 3,92 persen.(yos)

Kamis, 28 Oktober 2010

DISKUSI WARUNG KOPI BUKOPIN

Thu, Oct 28th 2010, 13:46
Bukopin Targetkan Realisasi KUR Capai Rp 12 MiliarEkonomi | Bisnis

Sumber : Harian Serambi Indonesia
BANDA ACEH - Bank Bukopin Cabang Banda Aceh menargetkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) tahun 2010 sebesar Rp 12 milair. Dari target tersebut, realiasi yang telah dicapai sebanyak Rp 3 miliar.

“Tahun lalu kita menyalurkan KUR sebesar Rp 2,3 miliar dari target Rp 7 miliar. Tahun ini penyaluran sudah mencapai Rp 3 miliar dari target Rp 12 miliar. Prediksi kita angka itu akan bertambah lagi, setelah melihat perkembangan yang signifikan di sektor ini. Ke depan kita akan terus menyalurkan KUR,” kata Pimpinan Bank Bukopin Cabang Banda Aceh, Dhani Tresno SE MM.

Hal itu diutarakannya saat berkunjung ke Kantor Harian Serambi Indonesia di Jalan Raya Lamboro, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, Rabu (27/10). Dia hadir bersama Manager Pelayanan dan Ops, Yefri Marlon, Relationship Oficer (RO) Funding, Maimun Ridwan SE, dan RO Lending, Azliansyah SE.

Menurut Dhani, ada banyak sektor UKM, baik perorangan, koperasi, maupun badan usaha yang telah menerima manfaat KUR dari Bank Bukopin sejak diluncurkan tahun 2005. Tercatat sebanyak 30 sektor usaha produktif dan lebih dari 40 usaha perdagangan ritel seperti sembako, spare part, material bangunan, dan sebagainya. “Tapi yang outstanding saat ini hanya 15 unit. Terbanyak penerima KUR kita yaitu Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Sebab kedua wilayah ini merupakan daerah operasional kita,” kata Dhani.

Jajaki kerja sama
Sementara, dalam lawatan mediaship-nya itu, Bank Bukopin Cabang Banda Aceh, mengajak Harian Serambi Indonesia untuk bekerja sama dalam acara Diskusi Warung Kopi yang membahas soal isu dan perkembangan perekonomian di Aceh. Rencananya acara besutan mereka itu akan diluncurkan dalam waktu dekat.

Pemimpin Perusahaan Serambi Indonesia, Mohd Din yang didampingi, Manager Iklan, Lailun Kamal, Pj Manager Percetakan Umum, Firdaus D, Manager Keuangan, Budi Safatul Anam, GM Radio Serambi FM, Bambang Maladi, dan Executive Radio Serambi FM, Rosnani HS, menyambut baik ajakan kerja sama tersebut.

“Enam belas tahun lalu, ketika harian ini baru terbit, kita sering melakukan diskusi dengan perbankan di Aceh tentang perkembangan perekonomian di Aceh. Maka itu kami sangat menyambut baik ajakan kerja sama ini dan akan segera kita bicarakan hal itu. Apalagi kita sangat prihatin dengan pertumbuhan ekonomi dan perputaran uang di Aceh yang berjalan lambat,” kata Mohd Din.(c47)

Kamis, 21 Oktober 2010

ACEH BUSINESS SUMMIT 2010

Thu, Oct 21st 2010, 11:54
Aceh Business Summit 2010
300 Pengusaha Diundang Untuk Berinvestasi
* Acara Berlangsung di Jakarta dan Aceh

Sumber : Harian Serambi Indonesia-Ekonomi | Bisnis

BANDA ACEH - 300 Pengusaha nasional dan internasional diundang hadir dalam acara Aceh International Business Summit 2010. Acara berlangsung di dua tempat berbeda, yaitu di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, tanggal 10 November 2010, dan Hotel Hermes Palace Banda Aceh, 13 November 2010.

Pertemuan bergengsi dan bertaraf internasional tersebut akan dihadiri oleh berbagai kalangan berkompeten di bidang ekonomi dan investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. “Acara ini bertujuan untuk mengeksplorasi lebih jauh peluang-peluang bisnis dan investasi di Aceh, serta mengajak pengusaha asing terlibat secara penuh di dalamnya,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh, Firmandez, dalam jumpa pers di Gedung Saudagar Aceh, Rabu (20/10).

Dalam pertemuan itu jelasnya, potensi perdagangan lokal, regional, dan internasional dapat digali secara mendalam, sehingga peluang dan rencana investasi dapat disusun secara lebih komprehensif oleh pihak-pihak yang terlibat. “Kita juga berharap, tantangan dan kendala yang terjadi selama ini bisa secara bersama dicarikan solusinya, sehingga perdagangan dan investasi bisa hidup kembali,” tambah Firmandez.

Sementara itu, Ketua Panitia Pelaksana, Dr Suraiya IT mengatakan, acara summit digelar dalam dua sesi, yaitu di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, tanggal 10 November 2010, dan di Hotel Hermes Palace Banda Aceh, tanggal 13 November 2010. Pihaknya mengundang 300 pengusaha untuk hadir dalam dua pertemuan tersebut.

Di Jakarta katanya, acara akan melibatkan pengusaha Aceh yang tergabung dalam Aceh Business Club. “Peserta kita batasi, ada 100 kursi disediakan. Peserta diseleksi, yang ikut nanti mereka yang interest dan pernah terlibat dan kontruksi di Aceh pascatsunami,” kata Suraiya.

Sedangkan di Banda Aceh akan disediakan delapan meja. Di sini para investor disodorkan pilihan, bidang apa yang mereka minati untuk menanamkan modalnya di Aceh. Di pertanian, perkebunan, pertambangan, perternakan, dan atau pariwisata. “Setelah itu, akan ada dialog dan diskusi langsung antara pengusaha lokal dengan para investor,” imbuhnya.

Tim Ekonomi Pemerintah Aceh dan Chairman Aceh Business Working Group (ABWG), Iskandarsyah Bakri, mengatakan, Pemerintah Aceh sudah bekerja keras menyusun regulasi untuk memudahkan pihak investor lokal dan asing masuk ke Aceh. Apalagi katanya, kondisi Aceh sekarang relatif aman dan bisa dikatakan ripe atau ‘masak’ untuk investasi jangka panjang.

“Pemerintah Aceh akan menjadikan Aceh sebagai Logistic Hub Regional dengan sistem perdagangan yang berkelanjutan (sustainable), melibatkan perbankan, eksportir, dan pergudangan untuk melayani importir dan pasar,” katanya. Kepala Bidang Investasi Aceh, Badaruddin Daud, menyebutkan, dalam pertemuan di Jakarta nanti akan hadir Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, dan Wayne Forest dari American-Indonesian Chamber of Commerce akan menjadi pembicara utama.

Summit ini lanjutnya, dilaksanakan dalam rangka menindaklanjuti kunjungan Gubernur dan Kadin Aceh ke Amerika Serikat pada September 2007. Forum ini juga bermanfaat mendekatkan SDM di Aceh dengan lapangan kerja. Serta guna memacu peningkatan jumlah kualitas SDM di Aceh di berbagai sektor investasi dan perdagangan.

“Pertemuan di Jakarta merupakan gateway to investment in Aceh dan pertemuan kedua di Banda Aceh merupakan bentuk aksi yang lebih nyata yang mempertemukan pengusaha dalam satu meja. Di Banda Aceh kita mengundang CEO Media Indonesia Grup, Surya Paloh, dan Konsul Amerika di Medan, Stanley Harsya sebagai pembicara,” sebut Badaruddin.(c47)

BSM menyalurkan pembiayaan kepada peternak di Aceh

Thu, Oct 21st 2010, 14:19
BSM Salurkan Bantuan Biaya Untuk 50 Peternak

Ekonomi | Bisnis

BANDA ACEH - Bank Syariah Mandiri (BSM) Banda Aceh kembali menyalurkan pembiyaan bagi 50 peternak di Aceh Besar, Aceh Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Timur. Ini untuk meningkatkan produksi daging ayam dan mengurangi ketergantungan pasokan daging ayam dari luar Aceh. Sampai saat ini BSM telah membiayai sekitar 86 peternak yang berada di seluruh Aceh.

Kepala Cabang BSM Banda Aceh, Elfian Jailani, menjelaskan, pembiayaan kepada peternak ayam ini telah dijalankan sejak 2007. Kata dia, dari 36 peternak yang BSM Banda Aceh biayai sebelumnya, seluruhnya dapat menyelesaikan kewajiban dengan baik kepada BSM.

“Kondisi peternakan yang dibantu BSM semakin berkembang. Sebelumnya peternak hanya memproduksi sekitar 5.000 ekor per satu kali panen, sekarang meningkat hingga tiga kali menjadi 15.000 ekor,” sebut Elfian.

Untuk tahun 2010 ini, pihaknya telah mencairkan pembiayaan kepada 40 peternak, dari yang direncanakan sebanyak 50 peternak. Rata-rata produksi mencapai 5.000 sampai dengan 6.000 ekor per satu kali panen per kandangnya.

Pembiayaan ini diharapkannya mampu meningkatkan produksi daging ayam, sehingga sanggup memenuhi kebutuhan daging ayam di kawasan Aceh dan ke depan diharapkan Aceh tidak perlu lagi memasok daging ayam dari luar daerah.

“Dengan penyaluran pembiayaan ini kita berharap para peternak dapat terus meningkatkan usahanya, sehingga secara langsung mempengaruhi peningkatan pendapatan bagi peternak di Aceh dan berdampak bagi masyarakat dengan menyerap tenaga kerja lebih banyak,” demikian Elfian.(c47)

Rabu, 20 Oktober 2010

Wajah Koperasi Di ACEH

Wed, Oct 20th 2010, 14:05
Pengembalian Dana Koperasi Banyak Menunggak
* Pemerintah Aceh Cari Mekanisme Baru
Ekonomi | Bisnis
Submber : Harian Serambi Indonesia

BANDA ACEH - Pemerintah Aceh saat ini sedang mencari mekanisme baru dalam upaya menyalurkan dana bergulir kepada koperasi di Aceh. Hal itu dilakukan karena banyaknya dana yang menunggak, belum dikembalikan oleh pihak koperasi. Sejak tahun 2007 hingga 2008 tercatat, ada Rp 110,5 miliar dana yang disalurkan. Tahun 2010 ini, pemerintah Aceh berencana akan menyalurkan lagi dana bergulir tersebut.

“Sejak dana ini mulai dikucurkan tahun 2007 lalu, tidak ada satu kabupaten/kota pun yang lancar pengembaliannya. Program ini tidak berjalan sama sekali. Koperasi-koperasi yang menerima dana bergulir ini sebagian besar tidak mengembalikan pinjaman modal usaha yang diberikan,” kata Kepala Biro Ekonomi Sekda Aceh, T Sofyan dalam kegiatan sosialisasi penyaluran dana bergulir yang diberikan kepada para kepala dinas yang membidangi koperasi dari 23 kabupaten/kota di Aceh, yang berlangsung di Hotel Grand Nanggroe, Selasa (19/10).

Karena itu sambungnya, Pemerintah Aceh harus memikirkan mekanisme baru proses penyaluran dana, serta akan memperketat pengawasan pengembalian dana bergulir tersebut. Menurut Sofyan, selain faktor lemahnya pengawasan saat pengembalian dana, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan pengembalian dana bergulir tidak berjalan. Salah satunya karena sebagian besar penerima manfaat menganggap dana pemerintah tersebut tidak perlu dikembalikan atau bersifat hibah.

“Mungkin kurang dilakukan pembinaan kepada penerima manfaat, dalam hal ini koperasi. Maka kami mengadakan kegiatan sosialisasi tentang apa dan bagaimana dana ini, untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman. Kami juga menampung semua informasi dari lapangan yang memberi tahu tentang kendala lain yang ditemui saat proses pengembalian dana,” imbuhnya.

Selain itu menurut Sofyan, untuk memperketat pengawasan saat pengembalian, mekanisme penyaluran dana bergulir sebaiknya tidak langsung dilakukan pemerintah, tapi melalui lembaga keuangan seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Baitul Qiradh (BQ). “Jika diserahkan kepada lembaga keuangan yang profesional seperti BPR atau BQ, maka penerima manfaat akan lebih terkontrol saat melakukan pengembalian. Juga perlu ditetapkan bunga pinjaman, agar pihak yang mendapatkan dana bergulir memiliki rasa tanggung jawab terhadap dana yang dia dapat,” tambahnya.

Kepala Administrasi Sarana Perekonomian Biro Perekonomian Setda Aceh, Amiruddin, menyebutkan, pada tahun 2007 pemerintah Aceh mengalokasikan dana bergulir sebesar Rp 6,5 miliar dan pada tahun 2008 sebesar Rp 19 miliar. Disamping itu juga ada dana yang bersumber dari APBN sebesar Rp 85 miliar. “Untuk saat ini, baru dana bergulir tahun 2007 yang sudah jatuh tempo pembayaran,” sebutnya.

Amiruddin menambahkan, tahun 2010 ini akan ada dana bergulir yang akan disalurkan kepada koperasi-koperasi di Aceh. Karena itu pihaknya akan melakukan verifikasi koperasi yang layak menerima bantuan, sebab dari total 6.000 lebih koperasi yang ada, hanya sekitar setengahnya saja yang aktif.

Tahun 2009 lalu sebenarnya, dana bergulir yang siap untuk dicairkan mencapai Rp 24 miliar. Namun karena data penerima manfaat yang terkumpul dianggap tidak tepat sasaran, maka sampai sekarang dana tersebut belum bisa dicairkan.

“Sedang untuk tahun 2010, dana akan dikucurkan pada November setelah verifikasi selesai. Kami juga sedang mengupayakan agar koperasi yang belum mengembalikan dana bergulir tahun 2007 dan 2008 untuk segera melunasinya,” ujar Amiruddin.(ami)

Minggu, 26 September 2010

ACEH BUTUH UKM CENTER


Sun, Sep 26th 2010, 11:59
Maksimalkan Pembiayaan
Aceh Butuh UKM Center
Ekonomi | Bisnis

BANDA ACEH - Mempermudah akses usaha kecil kecil dan menengah (UKM) terhadap pembiayaan perbankan, Aceh dinilai perlu memiliki sebuah wadah yang menjadi pusat UKM atau UKM Center. Sampai saat ini, porsi pembiayaan terhadap UKM di Aceh masih lebih kecil dari total pembiayaan yang dikucurkan perbankan di Aceh.

“UKM Center ini perlu ada di Aceh. Tugasnya mempermudah debitur mengakses perbankan. Pembinaan dan pengawasan nasabah juga akan lebih terkonsentrasi,” kata mantan praktisi perbankan, Aminullah Usman SE, Ak, MM, kepada Serambi, Sabtu (25/09).

Usaha tersebut, sambungnya, tidak saja akan bisa mengoptimalkan pembiayaan kepada UKM, tetapi juga akan ikut mengatasi persoalan tingginya risiko kredit macet. Sebab sebagaimana diketahui, salah satu penyebab sulitnya UKM mengakses perbankan, salah satunya adalah karena perbankan masih melihat UKM sebagai sebuah usaha yang memiliki risiko tinggi.

Peran Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) menurutnya perlu dimaksimalkan. “Mereka sudah mengenal nasabah dari awal sehingga pembinaan oleh bank menjadi lebih mudah,” ujarnya.

Aminullah juga menilai perlunya membentuk sebuah Lembaga Penjaminan Keuangan Daerah (LPKD) yang berfungsi sebagai lembaga penjamin kredit. Bank-bank umum juga disarankannya untuk melakukan kerja sama dengan BPR melalui (linkage program), sebab BPR dinilai memiliki jangkauan paling dekat dengan usaha kecil. Disamping itu bank juga bisa menerapkan pola Grament Bank. “Pembinaan terhadap nasabah juga harus ditingkatkan, misalnya training dalam bidang manajemen dan pemasaran,” tambah mantan Dirut PT BPD Aceh tersebut.

Tarik dana luar
Di sisi lain, Aminullah juga menjelaskan tentang trend perkembangan kredit di Aceh yang terus mengalami peningkatan. Hingga 30 Juni 2010, berdasarkan data Bank Indonesia (BI) Banda Aceh, total kredit yang berhasil disalurkan perbankan di Aceh mencapai Rp 15,65 triliun. Sementara dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun sebesar Rp 16,43 triliun.

“LDR (loan to deposit ratio) perbankan sudah mencapai 95 persen. Ini cukup bagus. Hanya saja memang, kredit ke UKM masih lebih kecil, yakni Rp 7,8 triliun, sedangkan kredit untuk sektor lainnya mencapai Rp 9,45 triliun,” sebutnya.

Dia juga melihat adanya trend yang tidak berimbang antara perkembangan dana pihak ketiga dan kredit dengan beberapa tahun sebelumnya di saat Aceh masih dalam masa rehab rekons. Tahun 2008 lalu, DPK perbankan mencapai Rp 18,5 triliun, sekarang turun menjadi Rp 16,43 triliun. Sedangkan kredit dari Rp 10,6 triliun naik menjadi Rp 15,65 triliun.

“Terjadi trend yang tidak berimbang di sini. Karena itu perbankan kita sarankan tidak hanya mengunakan uang dari Aceh untuk kredit tetapi juga menarik dana dari luar untuk disalurkan kemari,” demikian Aminullah Usman.(yos)

Selasa, 22 Juni 2010

Salur Kredit, Bank Diminta Maksimalkan KKMB

BANDA ACEH - Perbankan di Aceh diminta bisa memaksimalkan peran Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) dalam upaya penyaluran kredit ke sektor usaha mikro kecil menengah. Kehadiran lembaga tersebut dinilai cukup membantu, terbukti dengan realisasi yang dicapai tahun 2009 kemarin. “Kita sangat berharap perbankan di Aceh, apakah itu bank pemerintah maupun swasta, bisa memaksimalkan peran KKMB ini, sehingga kucuran kredit ke sektor UMKM bisa lebih besar,” kata Kepala Biro Perekonomian Aceh, T Sofyan, kepada Serambi, usai Rapat Koordinasi dan Evaluasi Kinerja Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) di Banda Aceh, Senin (21/6).

Sebelumnya, Asisten Keistimewaan Pembangunan dan Ekonomi Pemerintahan Aceh, T Said Mustafa, dalam sambutannya menyebutkan, realisasi kredit yang dikucurkan melalui KKMB tahun 2009 kemarin mencapai Rp 17 miliar, yang terbagi untuk 966 UMKM, baik yang tergabung dalam kelompok usaha maupun individu. Pencapaian ini jauh melampaui target yangditetapkan pemerintah Aceh yang hanya sebesar Rp 15 miliar. “Karena itu, tahun 2010 ini pemerintah Aceh akan menaikkan target penyaluran menjadi Rp 20 miliar,” kata Said Mustafa.

KKMB dibentuk pada 2007 atas usulan Bank Indonesia (BI) Banda Aceh yang diperkuat dengan Peraturan Gubernur. Lembaga ini berada langsung di bawah binaan BI dengan tugas utama memfasilitasi pinjaman modal usaha dari bank kepada pengusaha serta memberi pengetahuan tentang pengelolaan keuangan terhadap modal yang diberikan. Tahun 2008 lalu, lembaga ini berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp 8,3 miliar, dan meningkat menjadi Rp 17 miliar di tahun 2009. Hingga April 2010, kredit yang tersalur telah mencapai Rp 4,5 miliar. Penyaluran tertinggi terjadi di Banda Aceh dan Aceh Utara.

Evaluasi
Terkait dengan acara tersebut, T Sofyan menjelaskan, rapat koordinasi dan evaluasi kinerja KKMB ini dimaksudkan untuk mensinergikan peran dan fungsi KKMB dengan pihak perbankan dan Pemerintah Aceh sebagai pendukung utama kegiatan. “Pemerintah Aceh bertindak sebagai koordinator dalam masalah ini, yang berperan aktif adalah pihak bank, KKMB dan kelompok usaha masyarakat atau UKM yang produktif itu sendiri. Saat ini sudah terdaftar 58 KKMB di Aceh yang terkoordinasi lewat Bank Indonesia di Aceh dan akan terus melakukan pembinaan terhadap KKMB,” ujarnya.

Amri Abdullah, salah seorang anggota KKMB Aceh menyebutkan, selain memfasilitasi pinjaman modal usaha kepada pengusaha, KKMB juga ikut memberikan pengetahuan tentang pengelolaan keuangan terhadap modal yang diberikan. “Kami terus menyosialisasikan program KKMB kepada petugas lembaga keuangan bank maupun LKM juga masyarakat dan pengusaha kecil, agar semakin banyak UMKM yang terbantu mengembangkan usaha produktif mereka,” ucap Amri.(ami)

Jumat, 18 Juni 2010

BIO-ECONOMIC SEBAGAI ALTERNATIF

Ada sejumlah keluhan pada beberapa waktu ini bahwa ilmu ekonomi sudah tidak mampu lagi melakukan prediksi dan pemecahan berbagai masalah ekonomi yang kompleks dan rumit bahkan sejak 1930 pada saat terjadinya “Great Depression” hingga krisis finansil yang melanda dunia pada 2007 yang hingga saat ini belum juga pulih sepenuhnya. Memang ilmu ekonomi masih mampu melakukan prediksi pada saat kegiatan ekonomi masih sederhana, tertutup dan masih bersifat regional dengan sistim perdagangan yang bilateral. Dengan adanya globalisasi, khususnya di sektor finansil pada pasar uang, saham, derivatif, komoditi, obligasi dan surat berharga lainnya.
Menurut Prof. Paul Ormerod bahwa ilmu ekonomi telah mati (The Death of Economic) dan beliau memberikan suatu solusi untuk memakai metoda The Butterfly Economics dalam bentuk cara semut dalam berkelompok dan berorganisasi, termasuk menentukan target gula yang dapat diartikan sebagai peluang bisnis dan keuntungan ekonomi dalam bentuk kerjasama yang harmonis. Hal inilah yang telah digagas oleh Adam Smith sebgai Bapak Ilmu Ekonomi bahwa ekonomi adalah suatu ilmu untuk mensejahterakan masyarakat dengan selalu menjaga lingkungan hidup dan alam semesta (astronomis) ini agar selalu harmonis dan sinergis yang berguna bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang. Tetapi para ekonom pengikut Adam Smith tidak dapat menterjemahkan rumusan ini ke dalam rumus, metoda, analisa dan keputusan ekonomi yang baik.
Inti dari pesan mulia ini adalah kita semestinya memperlakukan manusia, hubungan manusia dengan manusia lain dalam kegiatan ekonomi dan pengambilan keputusan ekonomi haruslah dalam konteks yang harmonis terhadap lingkungan sosial, lingkungan hidup dan lingkungan alam semesta dalam visi, kegiatan dan konsep yang lebih kompleks (non-linier), manusiawi dan ramah lingkungan dan bukannya bersifat maksimalisasi keuntungan serta eksploitasi berbagai sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam aspek sosialnya. Itulah sebabnya ilmu ekonomi dan bisnis hanya menghasilkan berbagai masalah, seperti kesenjangan sosial, kerusakan lingkungan, gejolak ekonomi dan sosial-politik, kemiskinan, penyakit, perang dan kerusakan mental (egoisme, keserakahan, konsumerisme, dan kekayaan berlebih tanpa nurani suci).

1. Asumsi-asumsi dan simulasi linier matematis
Ilmu ekonomi banyak menggunakan berbagai asumsi-asumsi sebagai parameter dalam menghitung laju pertumbuhan ekonomi beserta faktor-faktor pengaruhnya yang sering tidak mewakili kondisi sebenarnya yang berkembang di dalam ekonomi lokal dan dunia luar. Ekonom mensimulasi rumus-rumus turunan (derivat) secara matematis yang akan diuji secara statistik (uji kejujuran dan standar deviasi terhadap validasi data) dalam bentuk pola koordinat yang berbentuk garis lurus. Dengan demikian selain hasil metoda ekonomi hanya bersifat tertutup dan sederhana, juga tidak menggambarkan aspek kondisi biologis, psikologis, harapan dan kebutuhan dasar serta kemajuan teknologi manusia yang umumnya bersifat kompleks dan berdimensi 2 – 3 dan tidak mampu diukur secara akurat oleh metoda ekonomi linier yang berdimensi lebih rendah yaitu dimensi1. Pada dasarnya garis linier (lurus) akan dikuasai oleh dimensi ke 2 (garis kwadratik yang melengkung) berbentuk bidang (X Y). Dimensi ke 2 dikuasai oleh dimensi ke 3 berbentuk ruang / volume (X Y Z), dimana kompleksitas manusia sebagai mahluk biologis, psikologis dan sosial akan banyak menggambarkan dimensi ini. Area ini akan banyak digeluti oleh bidang biologi murni, biologi terapan (kedokteran, pertanian, perikanan, kehutanan dan bioteknologi), filsafat, psikologi, sosiologi, seniman, feng sui & hong sui dan sekarang mulai berkembang di bidang teknologi informasi (dimensi 3), komunikasi (3 G), termasuk bidang pasar finansil (financial astronomis) dan program computer artificial intelligent, bio-hibrid, dan lain-lain.
Manusia yang hidup di dunia ini akan selalu dipengaruhi oleh dimensi 1 – 4 dalam bentuk pengaruh fisik dan kimiawi (dimensi 1 – 2), pengaruh biologis untuk bertumbuh dari saat lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa, menua dan mati yang mempengaruhi perkembangan fisik, biologis dan psikologis sesuai dengan tingkat perkembangan budaya, pendidikan, prestasi, status sosial yang sesuai dengan “piramida Maslow” dalam pencapaian needs & wants menuju aktualisasi diri dari seorang individu dan kelompok sosialnya (dimensi 3) dan kehidupan dan ketaatan beragama (dimensi 4). Model teori ekonomi yang tertutup, sederhana dan linier ini tentulah tidak dapat mengantisipasi dan memprediksi secara tepat dan akurat dalam jangka menengah (bulanan-tahunan) hingga jangka panjang (dekade dan abad). Ilmu ekonomi dapat memprediksi dengan baik jika pada kondisi ekonomi tertutup, monopolistis dan sederhana sebagai faktor internal tanpa memperhitungkan faktor eksternal. Dan menurut M. Dawam Raharjo (Cakrawala, harian Bisnis Indonesia, 29-02-2004) bahwa ekonom tidak mempertimbangkan faktor budaya dalam rumus ekonominya. Padahal budaya adalah gambaran dinamika manusia untuk bertumbuh, berkreasi, berkelompok dan berorganisasi sesuai norma dan adat kebiasaan dalam kehidupannya setiap hari, tergantung apakah tertutup, statis dan konservatif atau terbuka, dinamis dan modern yang akan menentukan tingkat kemajuan bangsa itu sendiri, termasuk ekonominya.
Juga menurutnya bahwa Greenspan ekonom terkenal dan Ketua Federal Reserve Board tentang kasus Rusia yang setelah meninggalkan sistim sosialis ternyata tidak serta merta mampu mengembangkan ekonomi pasar bebas (tetapi beliau lupa dengan kemajuan Cina yang akan menjadi negara maju sekuat USA pada 2020). Sehingga ia berucap ternyata not nature at all, but culture. Selama itu sebelumnya, ia melihat bahwa pasar itu seperti alam, punya hukum-hukum pasti, sebagaimana pandangan ekonom umumnya. Hal ini terjadi kontroversi dalam rumus dan praktek ekonomi yang justru bersifat linier semata. Menurut kami, sebenarnya jika ekonom memasukkan hukum-hukum alam, khususnya biologis maka akan jelas adanya suatu “kepastian hukum alam” karena memang alamlah yang membuat terjadinya suatu siklus dalam peradaban (culture) manusia, termasuk siklus ekonomi (recovery, prosperity and recession) dalam perjalanan ruang dan waktu. Seperti paragraph di atas bahwa Adam Smith membuat teori dasar ekonomi berdasarkan hukum alam, tetapi dalam penerapan rumus, teori dan praktek sudah tidak mengimplementasikan pemikiran Bapak Ekonomi ini. Mereka saat ini justru berkutat pada rumus-rumus matematis dan statistik yang bersifat linier belaka tanpa menyertakan berbagai rumus dan realitas hukum alamiah, seperti fisika, kimia dan biologi. Ekonom hanya menurunkan (derivat yang sekarang marak dalam bentuk berbagai bentuk bisnis financial derivatives) rumus matematik empiris dan asumsi – asumsi ekspektasi linier tanpa memperhatikan hukum natural (dimensi 2 – 3) dan hukum supernatural (dimensi 4) yang akan selalu sangat mempengaruhi siklus dan gejolak budaya dan peradaban manusia, (termasuk ekonomi), yang hasilnya jelas terlihat bahwa pembangunan ekonomi dan perkembangan teknologi yang sering tak ramah terhadap lingkungan alam dan sosial. Jadi semestinya ekonom dan teknolog lebih menyandarkan diri pada teori relativitas Einstein, E = mC2 untuk menghasilkan enersi, profit dan hasil berlimpah tanpa harus mengorbankan banyak biaya modal, kerugian (akibat risiko siklus dan gejolak ekonomi), pemborosan SDA, kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan hidup dengan efisiensi pemakaian m (mass) dalam kuantitas lebih sedikit, tetapi memperbesar kecepatan kwadrat (c2), seperti proses hasil yang dilakukan oleh Nannoteknologi. Inilah yang dialami banyak negara, khususnya di era globalisasi yang terbuka dari berbagai inovasi dan pengaruh teknologi, produk, likuiditas uang, budaya serta teknologi informasi dan telekomunikasi, khususnya aliran modal di pasar valas, uang dan saham yang bergerak cepat di seluruh dunia dan mampu menimbulkan gejolak dan turbulensi ekonomi suatu negara dan regional. Ilmu ekonomi matematis dan statistik tidak dapat memprediksi, menghindari dan membuat peringatan dini terhadap suatu kejutan dan gejolak perubahan eksternal yang begitu cepat, massif dan kadangkala ganas jika suatu negara, masyarakat, perusahaan dan individu tidak siap dan mampu mengantisipasi kejutan ini layaknya “second and third wave” Alvin Toffler.

2. Kebijakan Moneter - Fiskal dan Implikasinya dalam Mengantisipasi dan Meredam Krisis Ekonomi 1997 – 1998.
Hal yang akan dilakukan dalam kebijakan ekonomi untuk mengantisipasi dan meredam terjadinya krisis yang makin berat dan mendalam pada tahun 1997/1998 adalah dengan beberapa alternative yaitu menutup kembali keterbukaan itu dengan cara Kontrol Devisa, Fix Rate (Peg to USD), Manage Floating Rate bahkan Currency Board System (CBS) di pasar valas dan saham serta proteksi ketat terhadap berbagai produk dari luar. Dengan saran IMF adalah dengan menaikkan SBI hingga 70 %, pengetatan fiskal, mengurangi subsidi dan melikuidasi sejumlah bank dengan CAR minus. Semestinya para ekonom memang harus memakai ilmu psiko-sosial untuk meredam gejolak dan bukan hanya semata memakai teori ekonomi dan moneter yang sebenarnya tidak terlalu manjur. Dan, meski kelihatannya sangat berat, misleading, merusak perbankan dan bersifat shock therapy untuk memperkuat Rupiah dan mengendalikan import inflation. Tetapi secara ekonomi jangka panjang, sebenarnya adalah agar kita dapat mampu kembali bangkit meski telah banyak mengorbankan bank dan perusahaan yang bangkrut serta naiknya tingkat pengangguran dan kemiskinan. tetapi itulah yang harus kita bayar dan lakukan atas semua kinerja kita yang kurang professional dan prudent dalam mengelola utang negara dan bisnis. Dan hasilnya kita terlihat mulai benar-benar sehat, kuat dan bangkit kembali. Selama ini kita dapat mengandaikan bahwa selama ini kapal Indonesia hanya berlayar pada sebuah aliran sungai yang terttutup dan tenang tanpa adanya angin kencang dan gelombang besar. Gelombang besar dan angin kencang ini mulai mengombang-ambingkan kapal Indonesia di dekat Laut Cina Selatan, di Laut Arafura dan Laut Morotai yang membuat penumpang Indonesia panik, dimana banyak orang berusaha menyelamatkan diri dan akhirnya mengirim SOS ke IMF. Banyak penumpang dalam kepanikan ini ternyata mengambil kesempatan di dalam kesempitan. Jadi agar kita dapat survive terhadap semua gejolak eksternal pada era globalisasi ini adalah dengan bervisi, berpikir, berkonsep dan berperilaku biologis yang kompleks untuk memecahkan berbagai masalah kompleks terhadap kondisi internal dan eksternal. Kejutan ini dapat berupa munculnya ketidakpercayaan investor global terhadap kondisi manajemen dan perilaku bisnis serta pemerintahan yang tidak sesuai lagi dengan prinsip-prinsip ekonomi-bisnis maupun manajemen administrasi (Good Corporate Governance dan Clean Government) yang menimbulkan banyaknya moral hazard, fraud dan adanya mismanajemen lainnya maupun kejutan teknologi berbagai jenis produk barang, jasa dan budaya. Nah pada saat muncul krisis moneter dan ekonomi berupa krisis kepercayaan terhadap pengelolaan bisnis, ekonomi dan pemerintahan, maka investor asing di pasar uang, saham dan sektor riil beramai-ramai meninggalkan negara tersebut dalam bentuk melepas posisi mata uangnya dengan hard currency, panic selling di pasar modal, menarik semua rekening giro dan deposito di perbankan dan surat-surat berharga serta menutup pabriknya yang ujungnya “Capital Flight” besar-besaran. Inilah yang kita kenal sebagai “Krisis yang Berdampak Sistemik”, dimana hampir semua institusi bisnis finansil dan riil akan terkena dampak yang besar dan berat, sehingga sistim ekonomi, bisnis dan finansil akan mengalami kontraksi berat yang menyebabkan gejolak dan krisis parah serta menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. Hal ini juga terlihat pada saat Jepang mengalami krisis dan deflasi jangka panjang dan juga pada 2007/2008 di USA dan Eropa (kasus Yunani yang hampir bangkrut). Hanya saja negara-negara maju tidak memanfaatkan jasa IMF dalam berutang, tetapi menerbitkan sejumlah surat utang negara dalam berbagai bentuk untuk melakukan paket bailout dan stimulus, sehingga menjadi beban negara yang berat dan harus ditanggung oleh generasi berikutnya, seperti kasus BLBI sebesar Rp. 650 Trilyun. Jadi marilah kita mengelola keuangan negara dan perusahaan secara lebih sehat sesuai struktur permodalan yang kuat dengan manajemen ekonomi-bisnis yang sehat, kreatif, innovatif, efisien dan efektif dalam memajukan negara maupun perusahaan agar tidak terjadi moral hazard, fraud, ketidaktahuan, kecerobohan, kelalaian dan keserakahan dalam mengelola ekonomi dan keuangan negara dan bisnis. Janganlah ingin cepat besar, tetapi penuh lemak yang tambun, lamban dan tidak sehat yang menghasilkan rendahnya daya saing, kerapuhan struktur keuangan dan kinerja ekonomi yang buruk serta kerentanan terhadap gejolak ekonomi internal dan eksternal. Inilah yang semestinya menjadi benchmark fundamental ekonomi dan bukan semata indikator makro ekonomi yang sering membuat perencana ekonomi makin pede dan akhirnya banyak berutang dengan hanya berdasarkan ratio DSR dan ratio Defisit APBN terhadap PDB yang sebenarnya tak tepat. Hutang semestinya didasarkan pada prospektif ekonomi dari kinerja ekonomi riil dan bukan dari gelembung di pasar finansil, apalagi dengan melindungi hal yang rapuh ini pada asuransi hedging yaitu Credit Default Swap (CDS) yang justru spekulatif dan beresiko tinggi, mirip kasus subprime mortgages dan Yunani yang kemudian diderivativekan lagi beberapa tingkatan membentuk bangunan raksasa, tetapi dengan fundamental yang sangat rapuh (fragile underlying sectoral economy). Walhasil jika sektor dan negaranya tak mampu membayar (default), maka akan terjadi gejolak kepercayaan yang menyebabkan terjadinya capital outflow dengan menjual semua surat berharga CDS dan derivativenya dan terjadilah catastrophic. Otomatis, perusahaan dan negara tersebut harus memberikan imbal hasil (yield) yang lebih tinggi agar pasar dapat membeli dan akhirnya makin tercekik dengan hutang yang makin menggunung. Hal ini juga kemungkinan akan dialami oleh Amerika dengan hutang raksasa di kemudian hari, apalagi kondisi ekonomi yang masih rapuh serta kekalahan persaingannya dengan China di ekonomi global.
Perencana dan pengamat ekonomi seringkali tidak dapat melihat secara insight dan visioner adanya kemungkinan kejutan eksternal terhadap suatu negara, dimana pelaku ekonomi dan pemerintah tidak mampu mengelola perusahaan dan negaranya dengan baik dan benar agar menghasilkan sesuatu hasil (trickle down effect), value added dan multiflier effect berupa meningkatnya kesejahteraan masyarakatnya secara kontinyu. Tetapi justru hanya menguntungkan segelintir orang saja di dunia bisnis dan pemerintahan, berupa maraknya tingkat KKN ke seluruh sistim ekonomi dan pemerintahan, ekonomi rente, mark-up bisnis dan proyek, manipulasi dan white collar crime perbankan, monopoli perusahaan swasta dan BUMN. Tetapi hal yang paling utama dan krusial adalah kurangnya daya visioner, kurangnya profesionalisme dan ketidakmampuan dalam mengelola utang swasta dan negara dengan struktur permodalan yang sangat timpang dengan range modal hanya 5 – 20 % dengan porsi utang 80 – 95 % serta manajemen risiko kredit dan bisnis serta manajemen krisis yang kurang dapat diandalkan untuk meredam makin menghebatnya turbulensi dan krisis ekonomi.

3. Struktur Pembentukan dan Karakter Bangsa yang kurang solid dan partisipasif.
Bangsa Indonesia sebenarnya terdiri dari berbagai keragaman suku, agama dan golongan yang berbentuk pasir sebagai suatu bentuk organisasi yang tidak solid, partisipasif dan berdaya juang yang tinggi serta kurangnya konsistensi dan komitmen. Fragmen pasir ini tidak mempunyai “daya kohesitas” yang tinggi, gampang terpisah dan kurang saling mendukung (justru saling menjatuhkan dan menjegal). Kelompok pasir ini jika dimasukkan dalam bola (globalisasi) dan dijatuhkan ke bawah (gejolak gaya gravitasi) tidak akan melenting, tetapi justru lengket di atas tanah, artinya bola pasir ini tak mempunyai “daya lenting (recovery)” yang kuat untuk bangkit kembali (1997 hingga saat ini, meski pernah mencapai pertumbuhan ekonomi 6,5 % pada 2003 tetapi hanya ditopang oleh sektor konsumsi 3 – 4 % sejak 1999 – 2002 dan mulai menanjak kembali pada 2007 hingga 6,2 % oleh perolehan ekspor SDA (ke China, India, USA, Eropa dan Jepang serta meroketnya spekulasi harga komoditas minyak, tambang lain dan perkebunan. Hal ini terbukti dengan pertumbuhan ekonomi pada 2009 hanya 4,5 % saja dengan tingkat ekspor yang menurun dan harga komoditas SDA yang anjlok sebesar 40 – 50 % dari harga tertinggi pada 2007. Dengan demikian, jika dilihat secara fundamental dan stuktural ekonomi maka pertumbuhan ekonomi sangat didukung oleh faktor konsumsi (60 %), ekspor SDA (30 %) dan ekspor manufaktur (10 %) dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang kurang berkualitas dalam arti belum mampu memberikan suatu kesejahteraan bagi seluruh rakyat banyak. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja kabinet dengan berbagai kebijakan ekonominya tak terlalu signifikan dan cemerlang, karena tanpa pemerintahan yang kuat dan hebatpun, ekonomi pasti akan tumbuh wajar pada 3 – 4,5 % tanpa gangguan krisis ekonomi internal maupun eksternal (krisis ekonomi USA dan dunia pada tahun 2007/2008).
Untuk itu diperlukan suatu paradigm baru dan perubahan mindset dengan cara open minded terhadap kebersamaan, persatuan, semangat nasionalisme dan kepahlawanan untuk mengikis habis segala mental feodal, KKN, egois, serakah, instant dan mau enaknya sendiri serta berjuang dengan kerja keras tapi smart untuk menghargai prestasi serta disiplin dan etos kerja yang professional dalam menghasilkan produk kreatif dan innovatif ber’value added” tinggi yang disertai dengan produktifitas yang tinggi pula. Kita memulainya dengan kekayaan SDA, baik non renewable resources maupun renewable resources dengan teknologi pengolahan yang maju agar bangsa kita mendapatkan value added yang tinggi dan bukan lagi sebagai negara eksportir SDA yang masih mentah demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur. Jadi keunggulan kita adalah membentuk sebuah negara bersifat Natural Based Industrial State. Pembangunan haruslah menyentuh seluruh lapisan masyarakat dan antar wilayah, sehingga ketimpangan pembangunan ekonomi dapat lebih didasarkan pada keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat dalam bentuk demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial secara merata, non diskriminatif, konsisten dan kontinyu.
(Sumber, http://edmond-lalang.blogspot.com/)

Kamis, 20 Mei 2010

KKPE-Kelautan dan Perikanan

KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKP-E)

SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN

DASAR

Peraturan Menteri Keuangan No. 79/PMK.05/2007 tantang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.06/MEN/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Bidang Kelautan dan Perikanan

MAKSUD

Mendorong terwujudnya peningkatan kemampuan usaha penangkapan ikan skala kecil dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ikan dalam rangka mendukung pelaksanaan program ketahanan pangan nasional

TUJUAN

Meningkatkan kemampuan permodalan nelayan dan usaha penangkapan ikan skala kecil melalui fasilitasi skim kredit yang mudah diakses

Mengoptimalkan usaha penangkapan ikan skala kecil untuk mewujudkan peningkatan produktivitas hasil tangkapan ikan

SASARAN

· Nelayan anggota Kelompok Usaha Bersama (KUB)

USAHA YANG DIBIAYAI

Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) Sub Bidang Penangkapan Ikan adalah kredit modal kerja untuk pembiayaan kegiatan operasional penangkapan ikan

KELOMPOK ALAT TANGKAP DAN TURUNANNYA

yang dapat dibiayai melalui KKP Bidang Penangkapan Ikan

NO

KELOMPOK

ALAT TANGKAP

JENIS ALAT TANGKAP

1

Pancing

Pancing ulur (hand line), rawai, pancing cumi, pancing tonda dan turunan lainnya.

2

Jaring

Jaring insang (gill net), jaring klithik, bagan (jaring angkat) dan turunan lainnya.

3

Pukat

Pukat kantong, dogol (lampara dasar), payang, pukat pantai, pukat cincin (mini purse seine), pukat tarik dan turunan lainnya.

PLAFOND dan JANGKA WAKTU KREDIT

Besarnya plafond KKP-E Sub Bidang Penangkapan Ikan per jenis usaha adalah sebesar Rp. 25.000.000

Jangka waktu pengembalian KKP Sub Bidang Penangkapan Ikan ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus usaha masing-masing alat tangkap dengan waktu pengembalian paling lama 5 (lima) tahun

SUKU BUNGA KREDIT

Suku bunga KKP Sub Bidang Penangkapan Ikan sebesar 14% dengan pembagian, subsidi bunga pemerintah sebesar 8% dan beban penerima kredit sebesar 6% (tingkat suku bunga kredit tanggal 1 April 2009 s/d 1 Oktober 2009)

BANK PELAKSANA

Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Bukopin, Bank Sumut, Bank Nagari (Sumbar), Bank Jabar, Bank Jateng, Bank Yogya, Bank Jatim, BPD Bali, Bank Sulsel, Bank Kalsel dan Bank Papua

PERSYARATAN PENGAJUAN KREDIT

NELAYAN

Memiliki identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) setempat

Memiliki Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) atau keterangan pendaftaran kapal

Memiliki kapal penangkapan ikan dengan jumlah 1 (satu) unit atau lebih dengan bobot kumulatif 30 (tiga puluh) GT

KELOMPOK USAHA BERSAMA

Memiliki anggota yang mengusahakan kegiatan penangkapan ikan.

Memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan susunan pengurus aktif minimal ketua, sekretaris dan bendahara.

Terdaftar pada Dinas Provinsi atau Kabupaten/Kota.

REALISASI PENYALURAN KKP-E SAMPAI DENGAN 31 Desember 2009

(sumber data : Departemen Keuangan)


NO
BANK PELAKSANA PENANGKAPAN IKAN DAN PEMBUDIDAYAAN IKAN
PLAFON
(Rp 000)
OUTSTANDING
(Rp 000)
%
1 BRI 800.000.000 - 0
2 BNI 8.650.000 - 0
3 BANK MANDIRI 20.000.000 440.400 2,2
4 BUKOPIN 10.000.000 - 0,0
5 BPD SUMUT 4.885.000 - 0,0
6 BPD SUMBAR 1.000.000 200.000 20,0
7 BPD JABAR 3.000.000 1.103.730 36,8
8 BPD JATENG 2.250.000 2.015.600 89,6
9 BPD DIY 4.975.000 1.726.640 34,7
10 BPD JATIM 5.000.000 2.675.430 53,5
11 BPD BALI 16.850.000 808.000 4,8
12 BPD SULSEL 100.000 - 0,0
13 BPD KALSEL 629.500 121.310 19,3
14 BPD PAPUA 10.000.000 187.640 1,9
15 BPD RIAU 15.000.000 - 0,0
JUMLAH 902.339.500 9.278.750 1,0