Rabu, 23 November 2011

Manajemen Harapan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tanggal 19 Oktober 2011 melantik menteri-menteri baru di jajaran kabinetnya,yang merupakan hasil reshuffle.Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II yang disebut dengan Kabinet Kerja.Menurut informasi yang kita baca di media bahwa dorongan presiden melakukan perombakan (reshuffle) kabinet karena tuntutan masyarakat (publik) agar adanya perubahan dalam rangka mencapai harapan baru menuju Indonesia yang sejahtera,adil dan makmur.Bahkan salah satu tugas negara dalam bidang pemberdayaan aparatur negara dan reformasi birokrasi dipercayakan kepada salah seorang putra Aceh atau mantan Wakil Gubernur Aceh Ir.Azwar Abubakar untuk memimpin Kementerian PAN.

Di Aceh,Partai Aceh (PA) membatalkan untuk mendaftarkan Calon Gubernur dan Bupati/Walikota yang diusung dalam Pilkada Aceh tahun 2012.Argumentasi yang mereka sampaikan adalah telah terjadi pelanggaran konstitusi (Qanun) Pilkada Aceh dengan masih adanya peserta calon independen.Terlepas dari polemik hukum dan adanya dugaan telah terjadi konflik regulasi,sebenarnya motif dari PA tidak mendaftarkan calonnya adalah belum terpenuhinya harapan terhadap proses dan tahapan Pilkada yang sedang berjalan.Disisi yang berbeda masyarakat Aceh justru menaruh harapan besar pada Pilkada kali ini yang merupakan Pemilukada kedua paska perjanjian perdamaian antara RI dan GAM.Namun tulisan ini tidak membahas politik dan Pilkada.

Pada situasi yang lain,meningkatnya kasus-kasus bunuh diri yang dilakukan oleh banyak orang dibeberapa negara dan tidak jarang pula di Indonesia tentu saja ada kaitannya dengan sejumlah harapan yang yang di inginkan barangkali belum terpenuhi.Lalu pertanyaannya,seberapa pentingkah harapan itu?? Bagaimana mengelola harapan?

Pentingnya harapan

Secara sederhana,kehidupan manusia “didorong” oleh dua hal yakni kebutuhan dan keinginan.Secara psikologis,tugas pertama seseorang adalah berusaha memenuhi kebutuhannya bukan keinginannya.Jika seseorang sudah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya (pangan,sandang,papan,pendidikan,kesehatan) serta kebutuhan wajar lainnya,maka dia harus berani berkata pada dirinya sendiri bahwa dia sudah “cukup kaya”.Sehingga akan timbul rasa syukur kepada sang pencipta Allah SWT.Pertanyaannya kemudian,apakah kita tidak boleh punya keinginan?? Tentu saja boleh,bahkan wajib,sebab secara filosofi dengan memenuhi keinginan membuat seseorang menjadi “lebih kaya lagi”buka sekedar “cukup kaya”.Keinginan adalah rahmat,bukan laknat.Namun keinginan akan menjadi laknat ketika kita terjebak pada keinginan yang melampui batas bahkan keinginan tanpa batas.Ibarat keinginan setinggi langit,bahkan langit itu sendiri kita tidak tahu batasnya,karena diatas langit masih ada langit.Oleh karena itu jika kita ingin mengelola keinginan agar menjadi sebuah anugerah,kekuatan yang mampu memberikan perubahan yang luar biasa bagi kita maka kita perlu menentukan keinginan dengan batas-batas yang jelas.Dengan demikian,mengelola kebutuhan dan keinginan dengan baik bisa menjadi daya dorong yang sangat dahsyat sehingga seseorang mampu terus mendaki puncak cita-cita hidunya.Keinginan masyarakat agar bisa menikmati kehidupan yang lebih layak,dapat melakukan aktivitas ekonomi dalam situasi dan kondisi kondusif,bisa melaksanakan ibadah dengan perasaan damai dan tentram,menikmati pelayanan publik yang mudah,murah dan cepat,memperoleh hak-hak dasar sebagai manusia,mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang layak,semua ini adalah keinginan yang berbasis pada kebutuhan dengan batas-batas dan jelas.Maka keinginan yang seperti inilah perlu kita maknai sebagai harapan yang sangat penting sebagai daya penggerak aktivitas dan kreativitas kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mengelola harapan

Harapan sudah menyangkut emosi dan impian (Rhenald Kasali,2005).Bahkan lebih jauh lagi,sadar atau tidak,harapan kita akan sesuatu selalu kita tempatkan,kita serahkan,pada sebuah “kekuatan” yang lebih tinggi,yakni Allah SWT.Harapan bukan hanya memberi daya tarik dan dorongan,tetapi sekaligus terdapat semangat hidup,hasrat,gairah dan suka cita.Maka sangat wajar ketika setiap kali adanya kejadian-kejadian penting yang berlaku dalam kehidupan kita selalu menaruh harapan-harapan baru,harapan sangat perlu untuk selalu dijaga,ditumbuhkan dan dirawat.Memang seringkali setiap satu harapan akan berakhir dengan terealisasinya harapan tersebut,akan tetapi penting bagi kita untuk selalu memelihara harapan demi harapan.

Sesunggunya dengan mengelola harapan,kita mendapatkan efek teraputik bagi banyak permasalahan kita dibelakang,masa lalu.Harapan senantiasa mengarah kedepan,ke hari esok.Dengan manajemen harapan yang baik,kita akan mampu mengeleminir berbagai hal yang kurang baik dan kontraproduktif di masa lampau,hari kemarin.Bahkan Beckhard & Harris (1987) menyarankan agar kita lebih fokus ke masa depan daripada sibuk dengan masa lalu kita.

Penutup

Harapan (hope) adalah asset yang tidak terlihat dalam diri kita,dia begitu penting dan sangat berharga.Kebanyakan kita lupa untuk menata dan menambah nilai (added value) terhadap harapan yang kita punya,doa yang sering kita lambungkan kepada Tuhan terkadang kita lakukan hanya sekedar untuk menunaikan kewajiban padahal doa itu merupakan kenderaan/jalan bagi kita untuk menambah nilai harapan yang kita punya.Maka taruhlah harapan besar kita kepada-NYA dengan bersungguh-sungguh dalam dalam berdoa bukan dengan “sekedar” berdoa.Jangan gantungkan harapan kita kepada manusia karena mereka tidak sanggup memenuhinya. (wallahu`alamu bisshawwab)

Penulis : Hamdani

Senin, 10 Oktober 2011

Solusi Mengatasi Pengangguran

Selasa, 11 Oktober 2011 11:51 WIB

Oleh Hamdani


SEMANGAT wirausaha (entrepreneursip) sedang menggema dan ngetren di Indonesia beberapa tahun terakhir. Bukan hanya di kalangan praktisi bisnis bahkan di universitas-universitas, akademi, dan lembaga pendidikan bisnis mulai memberikan perhatian serius dengan mengembangkan bakat dan minat mahasiswa secara khusus melalui mata kuliah kewirausahaan untuk menyiapkan calon pengusaha di masa depan dan “mengarahkan” mereka agar menjadikan wirausaha sebagai satu pilihan hidup. Fenomena ini sangat positif.

Sebagai pilihan hidup maka seseorang harus menyiapkan sesuatunya dengan baik agar hasil yang didapat dari satu keputusan yang di pilih benar-benar memuaskan atau dengan kata lain tidak ada penyesalan di kemudian hari apalagi sampai “menyalahkan” Tuhan atas nasibnya yang mungkin saja ternyata berbeda dengan yang dibayangkan sebelumnya.

Persiapan mental
“...Sesunggunya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan pada diri mereka sendiri..”(Ar-Ra`d:11).

Perubahan harus dimulai dari cara pandang dan cara berpikir yang kemudian diharapkan mampu mengubah tindakan dan perilakunya. Dalam konteks kewirausahaan, kesiapan mental adalah hal yang paling fundamental untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan terhadap rencana bisnis yang telah ditetapkan. Mengapa demikian? Karena memasuki dunia usaha akan selalu dihadapkan dengan berbagai tantangan dan risiko terutama tantangan yang terdapat di luar diri wirausahawan (eksternal) yang membawa efek bagi calon wirausahawan (internal). Situasi dan kondisi yang demikian dinamis dan perubahan bisa terjadi dengan begitu cepat yang kemudian membawa dampak terhadap usaha yang dijalankan.

Beruntung kalau perubahan yang terjadi dapat memberi pengaruh positif akan tetapi jika dampak dari perubahan eksternal itu membawa pengaruh negatif maka di situlah mentalitas seorang wirausahawan sedang diuji. Bahkan jika kita cermati, banyak pengusaha besar sukses ternyata hanya berlatar pendidikan sekolah menengah dan bahkan ada juga yang hanya lulusan SD akan tetapi mereka mempunyai pemikiran dan sikap mental maju (Soesarsono,1996). Bagi seorang muslim, sikap mental sukses dan maju pada hakikatnya merupakan konsekuensi dari tauhid dan buah dari kemuslimannya dalam seluruh aktivitas kesehariannya. “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sehingga Aku menjadi akalnya yang ia berpikir dengannya”.(Hadits Qudsi). Karena itu seorang wirausahawan perlu membekali dirinya dengan mental berpikir positif,taktis dan strategis.

Persiapan sikap dan perilaku
Aribowo Prijosaksono dan Sri Bawono dalam bukunya “The Power Of Entrepreneurial Intelligence” menuliskan sedikitnya ada tiga unsur penting dalam membangun sikap dan perilaku entrepreneur (wirausaha) dalam diri kita yakni destiny (takdir),courage (keberanian),dan action (tindakan).

Takdir (destiny) sebenarnya lebih merupakan tujuan hidup, bukan nasib. Dengan memiliki tujuan hidup maka kita mengetahui ke mana arah yang akan kita tuju dan itu akan menjadi cikal bakal penentuan takdir kita. Tujuan dan misi hidup adalah fondasi awal untuk menjadi seorang wirausahawan yang sukses. Dengan memiliki tujuan hidup (life purpose) yang jelas, maka akan melahirkan semangat dan sikap mental (attitude) yang dibutuhkan dalam membangun usaha.

Sehingga impian besar akan mampu diraih yang pada akhirnya dapat memberikan nilai tambah dalam kehidupan untuk meningkatkan standar dan kualitas hidup. Agama Islam mengajarkan umatnya bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya sehingga apa pun yang kita lakukan hendaknya haruslah mengarah kepada tujuan mendapatkan ridha-Nya. Sekurang-kurangnya menjadikan kehidupan kita hari ini lebih baik dari hari kemarin.

Maka kita perlu mempunyai keberanian untuk melakukan perubahan-perubahan dan terobosan-terobosan baru. Terutama pemerintah, bagaimana menyusun strategi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan menggerakan seluruh sumberdaya pengusaha yang telah ada seiring menumbuhkan wirausaha-wirausaha baru.

Banyak sekali pemuda-pemudi Aceh yang mempunyai gagasan kreatif dan ide bisnis yang cemerlang, namun seringkali juga ide bagus tersebut tidak mampu mereka jalankan karena tidak adanya keberanian (courage) untuk memulainya karena takut menghadapi risiko kerugian atau kegagalan, sehingga kreativitas tersebut hanya menjadi angan-angan semata tanpa mampu direalisasikan. Maka tidak ada jalan lain untuk meraih kesuksesan, keberanian untuk melakukan dan mencoba (action) adalah hal yang mutlak.

Peran pemerintah
“Idealnya persentase wirausaha dalam sebuah negara untuk menggerakan ekonomi negara tersebut adalah 2% dari jumlah penduduknya,sementara pada tahun 2007 jumlah wirausaha Indonesia hanya baru mencapai 0,18% atau 400.000.-orang dan butuh waktu 30 tahun untuk mancapai 2%”. Agus Muharram Deputi Bidang Pengembangan SDM Kemenkop dan UKM (Bisnis Indonesia, 31 Januari 2011). Sementara Singapore jumlah wirausahanya 7,2% dan Malaysia 2,1%.

Kalau saja Pemerintah Aceh mampu menciptakan jumlah wirausahanya 2% dari 4,5 juta penduduknya atau hanya 90.000.-orang setiap tahunnya dan setiap wirausaha mampu mempekerjakan minimal dua orang saja maka jumlah angkatan kerja yang mampu diserap adalah 180.000.-tenaga kerja maka tingkat kemiskinan Aceh yang mencapai 21% (893 ribu) jiwa (data: BPS Aceh 2007) selama masa kerja lima tahun akan mampu diselesaikan, ditambah lagi pendapatan asli daerah dari retribusi dan pajak akan meningkat. Teori dasar mengatakan bahwa penyebab utama kemiskinan adalah pengangguran.


Penulis adalah pengajar di LP3I/Unsyiah/Poltek Banda Aceh.
KKMB KBI Banda Aceh

Resources : http://aceh.tribunnews.com/2011/10/11/solusi-mengatasi-pengangguran

Rabu, 04 Mei 2011

BI BANDA ACEH & DKP ACEH SERIUS MENGEMBANGKAN KKMB PERIKANAN ACEH




Belum lama ini (5 - 6 april 2011) Bank Indonesia Banda Aceh dan Dinas Kelautan & Perikanan Prov. Aceh bersama-sama melaksanakan recrutmen dan pelatihan bagi Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) khusus sektor keluatan dan perikanan.

Pelaksanaan pelatihan ini menjadi bukti keseriusan Bank Indonesia dan Pemerintah Aveh khususnya Dinas Kelautan & Perikanan Aceh untuk mendorong pengembangan sektor riil khususnya sektor keluatan terhadap kebutuhan akses ke lembaga keuangan perbankan.

Kegiatan ini juga merupakan tindak lanjut dari MoU antara Pemimpin Bank Indonesia Banda Aceh, Bp. Mahdi Muhammad dan Kepala Dinas Kelautan & Perikanan Aceh Bp. Razali pada tahun 2009 yang lalu yang menempatkan semua pihak saling mendukung terhadap pengembangan sektor kelautan di Aceh khususnya dalam pegembangan KKMB.

Pada tingkat pusat, juga telah ditandatangani MoU antara Gubernur Bank Indonesia dan Meteri Kelautan dan Perikanan tahun 2011 ini perihal kerjasama pengembangan sektor kelautan dengan memaksimalkan kapasitas masing-masing pihak.

PESERTA KKMB DKP 20 ORANG
Hasil dari seleksi awal tim DKP provinsi Aceh mencapai 20 orang mewakili kabupaten-kabupaten di Provinsi Aceh. Harapan setelah pelatihan ini, KKMB DKP dapat membantu menjembati UMKM sektor kelautan dan perikanan ke lembaga keuangan bank maupun non bank sekaligu menyiapkan UMKM dari aspek adminitrasi keuangan, legalitas dan aspek penguatan kelembagaan usaha UMKM.

KKMB IDENTIK DENGAN BUSINESS MAN
Statement diatas disampaikan oleh salah seorang Pemateri dari DKP Pusat yang mengarahkan bahwa KKMB untuk dapat membantu UMKM harus terjun langsung sebagai pengusaha atau pebisnis. Ini mutlak dilakukan oleh KKMB karena KKMB akan dapat memahami seluruh aspek-aspek bisnis bila KKMB itu sendiri sudah punya bisnis sendiri.
Disamping pemateri dari Departemen, pelatihan yang dimoderatori oleh Koordinator KKMB Aceh sdr. Hamdani mengahadrikan pemateri-pemateri kunci seperti Bp. Joni Marsius Deputi PBI, Bp. Jamaluddin Ka. Seksi KPSRU dan Konsultan PUMKM KBI Banda Aceh Sdr. Idham Edo yang juga merupakan konsultan yang membina dan bertanggungjawab dalam hal monitoring dan pengembangan KKMB di seluruh Aceh.

Selasa, 03 Mei 2011

Bank Nelayan

“BANK NELAYAN”

Oleh : Hamdani,SE

Penyaluran kredit pertanian di Aceh masih sangat rendah. Data Bank Indonesia (BI) Banda Aceh menunjukkan, dari Rp 16,529 triliun kredit yang disalurkan sampai Februari 2011, hanya sekitar Rp 138 miliar yang mengalir ke sektor pertanian. Porsinya cuma 0,84 persen.(Serambi Indonesia,Senin/25/2011).Sepertinya pertanian yang dimaksudkan diatas adalah pertanian dalam arti luas dimana didalamnya termasuk peternakan dan perikanan.Kalau begitu tentu saja jumlah kredit yang tersalurkan merupakan akumulasi dari sub sektor peternakan dan perikanan.Lalu, berapakah jumlah kredit yang disalurkan oleh bank ke sub sektor perikanan? Lebih khusus lagi perikanan tangkap atau nelayan?

Indonesia merupakan negara terbesar kedua dunia yang memiliki garis pantai yang panjang setelah Canada.Sehingga sangat pantas kalau Indonesia kemudian mendapat gelar negara kepulauan atau negara nusantara.Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia,dengan panjang pantai 81.000 km dan memiliki 17.508 buah pulau serta dua pertiga dari luar wilayahnya berupa laut.Indonesia memiliki potensi perikanan yang besar.Potensi ikan lestarinya paling tidak ada sekitar 6,17 juta ton pertahun,terdiri atas 4,07 juta ton di perairan nusantara yang hanya 38 persennya dimanfaatkan dan 2,1 juta ton pertahun berada di perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).Potensi ini pemanfaatannya juga 20 persen (Dahuri,2002).Bisa kita lihat demikian besarnya peluang produksi perikanan tangkap yang masih tersedia dan belum tereksploitasi atau mencapai kira-kira 60 persen lebih.Namun ironisnya kekayaan laut dan sumber daya ikan yang demikian melimpah belum mampu membuat masyarakat pesisir khususnya nelayan mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.Masyarakat pesisir dan nelayan masih sangat identik dengan kemiskinan,kebodohan dan keterbelakangan.

Di Aceh,berbagai program dan kebijakan telah dibuat dan dijalankan oleh pemerintah baik pusat maupun Pemerintah Kab/Kota.Bahkan banyak lembaga Non Pemerintah (NGO) baik lokal,nasional bahkan NGO Internasional pun ikut memberikan perhatian yang luar biasa dengan mengucurkan anggaran yang cukup signifikan besarnya dalam rangka membantu pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan di wilayah pesisir dengan melakukan berbagai intervensi dalam rangka meningkatkan pendapatan rumah tangga nelayan.Namun seakan-akan semua itu tidak berbekas dan sirna sama sekali,artinya kondisi kemiskinan dan keterpinggiran masyarakat nelayan dalam strata ekonomi dan sosial masih tetap tertinggal dengan masyarakat di daratan.

Menghadapi realita seperti itu,pemerintah melakukan satu terobosan.Undang-Undang (UU) Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 pasal 40-46,mengamanatkan untuk memberdayakan nelayan kecil dan pembudidayaan ikan melalui pengembangan skim kredit lunak,pengembangan sumber daya manusia (SDM),dan pengembangan kelompok nelayan.Amanat pemberdayaan ini harus diarahkan untuk memperbaiki posisi sosial,ekonomi dan politik nelayan.

Untuk maksud tersebut pemerintah telah mengembangkan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) yang mulai pada tahun 2004-2007,program PNPM mandiri sektor kelautan dan perikanan pada tahun 2010.Pemerintah kembali membuat program unggulan seperti;program Minapolitan dan Pembinaan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) pada tahun 2011.Ini program bagus yang harus ditangani secara hati-hati dan cermat sehingga tujuan pemberdayaan bisa tercapai.

Mulyadi S dalam bukunya “Ekonomi Kelautan”.Ada enam agenda yang perlu dilakukan dalam rangka pemberdayaan nelayan.”Pertama,terus mengupayakan tersedianya skim kredit lunak dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas nelayan sehingga nelayan mampu menjadi tuan rumah dilautnya sendiri”.Usaha perikanan tangkap masih saja dianggap sebagai usaha yang berisiko tinggi sehingga meskipun pemerintah telah menyediakan berbagai skim kredit progam dibank-bank nasional bahkan bank milik daerah sekalipun namun untuk mengakses skim kredit tersebut bukanlah perkara mudah.Kredit Usaha Rakyat (KUR),Kredit Ketahanan Pangan dan Energi sektor kelautan dan perikanan (KKPE) adalah dua contoh skim kredit lunak yang disediakan oleh pemerintah,tentu saja beda dengan kredit komersial.Ini menandakan bahwa bank belum bisa meyakinkan dirinya untuk memberikan kredit.

Salah satu indikasi bahwa bank masih belum yakin sepenuhnya terhadap usaha perikanan tangkap adalah sektor perikanan masih digabung dalam sektor pertanian sehingga perikanan hanya dianggap sebagai sub sektor,beda dengan perkebunan yang dianggap satu sektor tersendiri atau terpisah dengan sektor pertanian.

Sebagai contoh,share kredit sub sektor perikanan pada triwulan II tahun 2009 menurun jika dibandingkan triwulan II tahun 2008.Share sub sektor perikanan hanya 4,98 persen dan 3,3 persen ditahun 2009 pertotal sektor pertanian dan posisinya masih berada tingkat bawah dari subsektor lainnya seperti sub sektor holtikultura (Materi BI pada seminar Dinas Kelautan dan Perikanan,17 November 2009).Maka disinilah peran pemerintah untuk terus meyakinkan lembaga perbankan agar dapat mendukung sektor kelautan dan perikanan.

Kedua,”memacu peningkatan kualitas SDM nelayan,tidak semata pengetahuan,tetapi juga ketrampilan serta kesehatan,baik fisik maupun mental”.Tidak dapat dipungkiri bahwa sebahagian besar masyarakat pesisir dan rumah tangga nelayan adalah berpendidikan rendah atau rata-rata dibawah SMU.Namun ini terjadi bukan semata-mata keinginan mereka akan tetapi kondisi yang memaksakan mereka untuk menerima kenyataan itu.Oleh karena itu pemerintah harus memperhatikan ketersediaan lembaga pendidikan atau sarana pendidikan dengan fasilitas yang memadai bagi mereka,infrastuktur jalan,puskesmas dan ketersediaan sarana sumber air bersih serta lingkungan yang sehat.Bila perlu bangun balai latihan nelayan disetiap lokasi tempat pendaratan ikan (TPI) yang ada dan jadikan sebagai wadah Diklat bagi masyarakat pesisir dan nelayan.

Ketiga,”mengembangkan institusi ekonomi di masyarakat pesisir untuk menciptakan ketahanan ekonomi menghadapi dinamika perubahan luar”.Disinilah organisasi masyarakat pesisir dan nelayan harus solid.Kelompok Usaha Bersama (KUB),P3MP,LEPP-M3 dan Koperasi Perikanan/Nelayan,misalnya.

Keempat,”memperkuat jaringan nelayan.Ada tiga hierarki jaringan : (a) Intra-community ; (b) inter-community; (c) supra-community”.Dimaksudkan untuk menkonsilidasikan kelompok nelayan yang selama ini beragam karena dibentuk oleh “proyek”.Banyak kelompok nelayan yang kita temukan di desa.Ada yang dibentuk oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP),Kementrian Koperasi dan UKM,Pemerintah Kab/Kota, atau LSM dan NGO.Jaringan ini penting untuk di integrasi sosial dan sebagai basis bagi kuatnya jaringan berikutnya.

Kelima,”pemerintah harus terus memberikan perlindungan hukum kepada nelayan yang selama ini selalu dirugikan’.Hampir setiap saat media massa baik cetak maupun elektronik menyajikan berita tentang penderitaan nelayan Indonesia maupun nelayan Aceh yang terdampar di negeri atau wilayah perairan negara lain dan seringkali diperlakukan dengan kurang baik.Maka ini merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum kepada setiap warga negaranya dimanapun mereka berada.Bahkan termasuk Pemerintah Aceh harus mampu melindungi kepentingan nelayan kecil jika nanti satu saat investor besar masuk ke Aceh.

Keenam,”berbagai program pemberdayaan seyogianya dilengkapi indikator keberhasilan”.Sejak paska tsunami hingga saat ini sudah cukup banyak program yang dilakukan oleh pemerintah,BRR,NGO yang diarahkan kepada pemberdayaan masyarakat pesisir dan nelayan.Bahkan saat ini dibeberapa kab/kota ada NGO yang sedang melakukan program EDFF termasuk didalamnya sektor perikanan.Akan tetapi jika dilakukan dengan pendekatan proyek dan tanpa disertai dengan evaluasi dampak bagi penerima manfaat pada setiap akhir periode maka program itu cenderung hanya untuk menghabiskan anggaran saja.

Tampaknya,saat ini di Aceh belum tersedia data berapa jumlah nelayan miskin dan miskin sekali,dan bagaimana perubahan komposisi jumlah nelayan miskin setelah ada program pemberdayaan,padahal,data ini sangat penting sebagai ukuran efektifitas program.Adanya data ini membantu program pemberdayaan tepat sasaran.

Kendala

“Pemimpin BI Banda Aceh, Mahdi Muhammad, menuturkan, ada beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya penyaluran kredit di sektor pertanian. Di antaranya karena manajemen usaha yang masih sangat sederhana, skala usaha yang kecil, ketiadaan jaminan, dan aliran uang (cashflow) yang tidak stabil”.(Serambi Indonesia,Senin/25/4/2011).

Tak dapat dipungkiri bahwa apa yang disampaikan oleh Pemimpin Bank Indonesia Banda Aceh merupakan kendala yang sangat fundamental sekali didalam industri jasa kredit perbankan.Memang itulah ciri-ciri usaha mikro,kecil dan menengah (UMKM).Berbeda dengan usaha besar dan korporasi,dimana manjemennya sudah sangat modern,sistem komputerisasi,mempunyai asset bernilai pasar (marketable).Tentu saja kita menginginkan,dengan segala kelemahan yang dimiliki oleh UMKM bagaimana kemudian semua pihak mensinergikan kelemahan tersebut menjadi daya dorong yang kuat untuk mengangkat kemampuan UMKM dalam melakukan produktivitasnya.Kebijakan pemerintah melahirkan skim kredit lunak seperti KUR,KKPE,KUPS,dll adalah kebijakan yang sangat tepat.Hanya saja bagaimana kemudian bank yang ditunjuk sebagai pelaksana dapat mengoptimalkan pelyanannya.Bukan hanya itu,kerjasama Bank Indonesia,Kementrian Kelautan dan Perikanan dengan Pemerintah Aceh untuk merekrut dan melatih Konsultan Pendamping UMKM Mitra Bank (KKMB) juga jalan yang ditempuh untuk membantu memperbaiki kelemahan pelaku UMKM terutama pada aspek manajemen usaha dan permodalan.Akhirnya dengan penuh rasa optimis semoga kedepan,darat dan laut kita akan semakin jaya.Bisa membawa masyarakatnya pada pencapaian kesejahteraan.Tujuan utamanya adalah menurunkan tingkat kemiskinan..Wallahu`alam.

Penulis : Hamdani,SE

Koordinator KKMB Aceh Sektor Kelautan/Perikanan dan staff pengajar tidak tetap pada Koordinatorat Kelautan dan Perikanan UNSYIAH.

Senin, 18 April 2011

COKLAT SEHAT PERTAMA DI ACEH



Promosi Beli 2 Gratis 1 Socolatte di Pante-Pirak


Kurang dari 2 Jam Socolatte Ludes
di Pante Pirak Swalayan


Tidak kalah bersaing dengan coklat merek terkenal lainnya, Socolatte yang dipromosikan di supermarket Pante Pirak terjual habis dalam waktu kurang dari 2 (dua) jam. Kegiatan promosi ini akan terus berlangsung selama 8 minggu khusus untuk hari Sabtu dan Minggu saja, sampai akhir Mei 2011 yang akan datang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan produk Socolatte ini lebih luas, disamping untuk mendukung penjualan Socolatte yang ada di Pante Pirak ini. Bentuk promosi yang dilakukan kali ini adalah Beli 2 gratis 1. Setiap pembelian dua coklat bar, mendapat bonus 1 coklat bar. Menyusul beberapa outlet lainnya yang telah ada, seperti Bandara SIM dan toko UKM, di Banda Aceh, Socolatte mulai juga dipasarkan melalui jaringan supermarket Pante Pirak sejak awal April 2011 ini. “Dengan semakin gencarnya kegiatan promosi seperti ini, diharapkan awareness masyarakat terhadap coklat asli asal Aceh ini, akan semakin kuat dari waktu ke waktu”. Demikian disampaikan oleh Syafruddin Chan, project Director OISCA JFPR yang memprakarsai dan mendanai kegiatan ini.

OISCA-JFPR
Jln.Seulanga No.3A Lamlagang 23239
Banda Aceh, NAD, Indonesia
Phone : 0651 755 9436

or click bellow

Minggu, 03 April 2011

SELAMAT HARI AUTIS SEDUNIA 2 April 2011





Jumlah Anak Autis Meningkat Di Aceh



BANDA ACEH - Jumlah anak-anak autis (tidak bisa berkomunikasi dan hubungan sosial tidak normal) di Kota Banda Aceh, dalam tiga tahun terakhir dilaporkan terus meningkat. Sekolah alternatif yang menangani anak-anak autis di Banda Aceh, My Hope, melansir peningkatannya sangat signifikan. Tahun 2008, My Hope mencatat hanya ada lima anak autis, tahun 2009 bertambah jadi 15, dan hingga 2010 sudah ada 18 orang.

“Jumlah ini adalah jumlah yang dititipkan orang tuanya kepada kami. Bisa jadi di luar jumlahnya lebih banyak. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya orang tua yang datang untuk berkonsultasi. Setiap bulan, ada 10 orang yang datang,” kata Pimpinan Yayasan Amanah Kamome, Poppy Amalya MPsi kepada Serambi, Sabtu (2/4).

Menurut Poppy, seharusnya orang tua tak perlu malu jika memiliki anak autis. Karena, anak autis bisa dibebaskan/disembuhkan jika dilakukan penanganan yang tepat dan intensif, sejak mereka berusia dua tahun. Jika ditnagani dengan tepat, dalam waktu sekitar dua tahun, anak autis akan menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik.

Memang, sebut Poppy, biaya yang dikeluarkan untuk terapi tidaklah sedikit. Satu kali terapi saja perlu uang Rp 1 juta. “Dari awal keberadaaan My Hope pada 2008, ada 35 anak autis kami subsidi bagi keluarga kurang mampu. Kini tinggal 25 anak lagi. Kita berharap anak-anak ini bisa kembali bersosialisasi dengan lingkungannya,” ujar Poppy.

Ia menambahkan, pihaknya berencana melakukan survei terhadap jumlah anak autis di Aceh. Namun rencana itu terbentur dana, sehingga sampai saat ini belum dilakukan.

Sementara di tempat terpisah, Idham Edo, orang tua dari salah satu anak autis di Banda Aceh, saat ikut dalam kampanye pada peringatan Hari Autisme se-Dunia di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Sabtu (2/4), berharap, Pemerintah Aceh bisa menyisihkan sedikit dana untuk membantu anak-anak autis dari keluarga kurang mampu. Aksi itu dilakukan bersama Center for Indonesia Medical Studens’ Activities (CIMSA) lokal Unsyiah.

“Anak saya sekali terapi di Yogya Rp 1,5 juta, belum lagi biaya untuk beli obat, bisa Rp 1 hingga Rp 2 juta sekali beli. Coba kalau yang mengalami keluarga kurang mampu. Karena itu hari ini kami ingin mengugah kepedulian pemerintah. Orang tua juga harus berusaha membebaskan anaknya yang autis, karena itu bisa dilakukan,” tandasnya.

Edo mengatakan, sekarang ini ada sekira 50 orang tua yang memiliki anak autis di Banda Aceh yang tergabung dalam Parent Support Group (PSG) di SDN 54 Tahija, Banda Aceh yang terus menyuarakan perlunya penanganan autis sejak dini.(c47)