Rabu, 17 Februari 2010

1600 UKM di Bireuen Tak Berkembang


17 Februari 2010, 11:03
Ketua Forda UKM Bireuen:
1.600 UKM di Bireun tak Berkembang
Ekonomi | Bisnis
BIREUEN - Ketua Forum Daerah (Forda) Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kabupaten Bireuen, Deni Saputra, mengungkapkan, sebanyak 1.600 UKM yang tersebar di 17 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bireuen tidak berkembang. “Hal itu terjadi karena perhatian Pemkab untuk mengembangkan UKM sangat kurang. Padahal dengan adanya para pelaku UKM, selain dapat menunjang pembangunan daerah juga dapat menampung tenga kerja,” kata Deni dalam diskusinya dengan sejumlah pelaku UKM, di aula Yayasan Telaga Amal, Desa Bireuen Meunasah Blang, Kota Juang, Bireuen, Selasa (16/2).

Saat krisis moneter mendera Indonesia, kata Deni hanya UKM-lah yang mampu bertahan. “Tapi kini apa yang kita lihat, UKM itu seakan tak dipedulikan, bahkan selalu dipandang sebelah mata,” tandasnya. Kehadiran Forda UKM di Bireuen paling tidak diharapakannya dapat membantu para pelaku UKM di kabupaten tersebut untuk menyampaikan keluh kesah dalam mengembangkan usahanya. Diakuinya memang bahwa sampai kini masih ada pelaku UKM yang tidak berani mendaftarkan usahanya, bahkan masih acuh tak acuh terhadap Forda UKM Bireuen. Disisi lain masih ada anggapan bahwa Forda UKM adalah lembaga pemberi bantuan modal. Deni menegaskan, Forda UKM bekerja untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan usahanya, yakni dengan memberikan sumbang saran dan pikiran.

Perlu qanun
Kecuali itu, Deni Saputra juga mengatakan kalau Forda UKM Bireuen mendesak Pemerintah Aceh untuk melahirkan qanun perlindungan terhadap UKM. Qanun ini diharapkan dapat menjawab atas persoalan-persoalan yang dihadapi pelaku UKM khususnya di Bireuen maupun Aceh pada umumnya “Iklim usaha dan bisnis akan berkembang apabila ada dukungan penuh dari pemerintah, masyarakat, dan pemangku kekuasaan. Salah satu bentuk dukungan yang mendesak adalah melahirkan qanun perlindungan UKM,” ulas Denny Saputra.(c38)

Senin, 15 Februari 2010

Aduh, Cengengnya Pengusaha Kita!


Oleh : Lie Charlie, Pegawai Swasta di Bandung

Kolom Refleksi, Tabloid KONTAN Edisi 15-21 Februari 2010



Tak terdengar suara lain kecuali rengek cengeng pengusaha kita yang ketakutan terhadap berlakunyua free trade agreement (FTA) antara ASEAN dan China. Beum apa-apa, para pengusaha sudah mengancam-ancam. Mau menutup pabriklah, mau melakukan PHK-lah, mau minta pemerintah bertanggungjawablah dan buntutnya minta subsidi.

Kalau tekstil China bisa lebih murah 10% dibandingkan produksi Leuwi Gajah, bukankan kita patut bersyukur? Berarti selama ini pemilik pabrik tekstil lokal menghisap darah rakyat dengan mengambil untung sangat besar! Mereka sudah terlanjur kaya dan senang. Silakan pemerintah memilih; mau mendengarkan keluhan para pengusaha atau membiarkan rakyat menikmati barang impor murah dari China.

Tidakkah kita tahu, dibalik keluh kesah itu sebenarnya berapa pabrik tekstil masih berproduksi siang dan malam memenuhi permintaan pasar? Coba saja lakukan investigasi di Bandung. Tentu saja Pak Akuang bilang sudah sekarat kalau ditanya sementara dibelakangnya pabriknya beroperasi 24 jam. Benar, ada “pabrik” yang sudah mau mati yaitu beberapa di Majalaya yang mengoperasikan mesin tahun 1940-an dan jalan hanya pada haris senin dan kamis. Itupun kala ada benang dan solar.

Lucunya lagi, kita sering membandingkan sepatu hasil sentra industri di cibaduyut dengan sneakers buatan pabrik China dan menyimpulkan bahwa industri alas kaki kita bisa bangkrut kalau harus bersaing dengan China. Mana bisa begitu? Kalau mau membuat perbandingan, lakukanlah secara proporsional. Sama dengan tekstil, industri alas kaki kita juga cengeng. Ingat enggak ada pabrik sepatu yang tutup karena tidak mendapat order lagi dan minta karyawannya berdemonstrasi ke kantor perwakilan perusahaan prinsipal.

Banyak Kelemahan Kita
Lebih baik kita mandi dulu dan duduk dengan manis untuk berpikir. Mengapa kita kalah menandingi China? Pertama, banyak pungli. Sepuluh dari sepuluh pengusaha pasti mengaku pusing karena terpaksa melayani pungli.

Kedua, bahan baku impor mahal. Industri yang banyak mempergunakan bahan baku impor sudah pasti kalah bersaing.

Ketiga, bunga pinjaman bank tinggi. Paling murah 18% per tahun, sedangkan di China kurang dari 10%. Keempat, buruh kita demo melulu. Di China buruh relatif homogen.

Kelima, kalau beli mesin baru, Pak Chandra di Rancaekek ingin kembali modal dalam 1 tahun dengan alasan keamanan. Sedangkan Mr. Lim Kong Chang di Guangdong mengulurnya sampai 10 tahun. Jelas, dong, Pak Chandra jadi harus menjual ember plastik seharga Rp10.000,- sebuah, sementara harga CNF tanjung priok ember plastik buatan The Red Stars Plastic Industry cuma US$10 sen.

Keenam, pengusaha China berproduksi dengan mesin murah buatan sendiri, sedangkan pengusaha kita mengimpor mesin produksi dengan membayar dalam dolar.

Ketujuh, pengusaha kita pilih-pilih dalam berproduksi, sedangkan pengusaha China siap memproduksi tanpa ragu. Coba pergi ke pabrik mainan anak-anak di Tangerang dan pesan dibuatkan sejenis mainan, pasti akan ditolak. Pabrik China memproduksi saja dulu, lain-lain hal dicari jalan keluarnya belakangan. Tak heran banyak sekali mainan anak produksi China yang sangat kampungan pun beredar dipasar. Kedelapan, prosedur ekspor di China amat ringkas dan cepat. Pemerintah bahkan menyiapkan sebuah meja di pabrik yang akan mengekspor, lengkap dengan stempel legalisasi dan segala tetek bengeknya sehingga kontainer bisa segera diangkut ke pelabihan. Biaya ekspor minimal. Disini? Tanya saja kepada pengusaha yang biasa mengekspor.

Jadi pantaskah kita berkeluhkesah? Negara ASEAN lain tidak terdengar mengeluh atau menjerit etakutan. Jika sampai ada industri dalam negeri yang gulung tikar daalam waktu tiga bilan setelah berlakunya FTA,itu pasti bukan terkena dampak, melainkan akal-akalan pemilik pabrik memanfaatkan situasi saja. Mana ada usaha yang tutup dalam tiga bulan setelah berdiri 15 tahun?

Kita tak perlu berdiri menantang barang China. Kita bisa memilih bersaing dalam banyak jenis produk lain selain ember plastik, mainan anak-anak, alat bercocok tanam, barang elektronik, dan benda keramik. Kita punya peluang, antara lain dalam sektor makanan dan minuman. Setelah oknum penanggung jawab sebuah pabrik susu China memasukkan melamin kedalam produknya guna menghasilkan indikasi kandungan protein lebih, sebenarnya makanan dan minuman produksi China sudah tidak ada harapan memperoleh pasar diseluruh dunia. Pada sektor kerajinan tangan, kita juga mempunyai kesempatan bagus. Kita memiliki tradisi menenun dan menganyam yang tidak dimiliki bangsa lain. Jadi seyogyanya jangan dipandang sebagai ajang persaingan melulu. Jangan dianggap sebagai arena bertarung. FTA lebih bijaksana disyukuri sebagai sarana mengembangkan cakrawala.


Pemerintah Diminta Gelar Pelatihan UKM


15 Februari 2010, 10:37
Antisipasi Pasar Bebas
Pemerintah Diminta Gelar Pelatihan UKM
Ekonomi | Bisnis
BANDA ACEH - Pemerintah Aceh diminta dapat segera mengatur strategi untuk membentengi pelaku UKM dari serbuan pasar bebas ASEAN Free Trade Area (AFTA) Cina yang telah berlaku sejak 1 Januari 2010. Menurut Ketua Forum Daerah Usaha Kecil dan Menengah (Forda UKM) Aceh Besar, M Jamil ZA, upaya yang dapat dilakukan pemerintah daerah adalah dengan membuka kembali program pelatihan keterampilan dan manajemen bisnis bagi pelaku UKM sehingga diharapkan bisa menghasilkan produk unggulan yang spesifik, berkualitas, dan murah.

“Jika ini tidak ditanggani, maka pelaku UKM di Aceh akan bernasib sama seperti UKM di Pulau Jawa; gulung tikar,” katanya kepada Serambi, Jumat (12/2). Dia juga meminta pemerintah Aceh memfasilitasi UKM dengan Teknologi Tepat Guna (TTG). Sehingga selain produk yang dihasilkan lebih berkualitas dan biaya produksi juga bisa ditekan lebih rendah, dan mampu bersaing di pasar lokal mau pun luar.

Aceh katanya, sebenarnya sangat kaya akan bahan baku untuk produk unggulan seperti rotan, bambu, sabut, batang kelapa, dan sebagainya. Cuma sambung M Jamil, saat ini pelaku UKM Aceh masih ada yang belum mengetahui bagaimana cara pengawetan dan melakukan finishing yang lebih rapi sesuai permintaan pasar.

Dengan keterbatasan keterampilan inilah pihaknya mengharapkan perhatian dari pemerintah Aceh khususnya Aceh Besar untuk bisa memberi pelatihan-pelatihan keterampilan serta manajemen bisnis. “Pemerintah sudah seharusnya menyelamatkan dunia usaha di Aceh dari serbuan produk Cina yang sudah mulai masuk ke Aceh. Karena tidak mungkin menegosiasi ulang AFTA perdagangan bebas tersebut. Maka disarankan pemerintah harus mematangkan kemampuan pelaku UKM lokal untuk menghadapi persaingan pasar bebas tersebut,” ujar M Jamil didampingi Sekretarisnya, Mahlizar Spd.

Mahlizar mengatakan, pelaksanaan program pemerintah di bidang pelatihan keterampilan menurutnya masih kurang menyentuh kalangan pelaku UKM di Aceh. Sarannya, pelaku UKM Aceh mesti meningkatkan SDM dan meningkatkan kualitas produknya untuk bisa bersaing di pasar lokal maupun luar. “Jika kalah di harga, paling tidak bisa menang di kualitas dan spesifikan produk yang dihasilkan sebagai produk unggulan yang bisa dibanggakan,” katanya.(c47)

Rabu, 10 Februari 2010

Hasil Fasilitasi Kredit oleh KKMB Aceh Mencapai 17 Milyar

Hasil fasilitasi pencairan kredit oleh KKMB Aceh baik melalui Bank maupun Lembaga Keuangan Bukan Bank periode Januari –Desember 2009 mencapai Rp 17.004.766.000.- (Tujuh Belas milyar empat juta tujuh ratus enam puluh enam ribu rupiah) dari 15 Milyar yang ditargetkan dengan jumlah UMKM yang terbantu sebanyak 966 (Sembilan ratus enam puluh enam) baik yang tergabung dalam kelompok usaha maupun individu dengan jumlah proposal yang masuk berjumlah 1.010 proposal,namun yang dapat diteruskan ke lembaga keuangan hanya 1000 proposal dan yang berhasil diproses untuk pencairan kredit berjumlah 966 proposal.Sedangkan 34 proposal tidak bisa diproses karena berbagai persyaratan teknis,seperti;ditemukannya calon peminjam yang mempunyai kredit macet dibank lain dan ada juga yang tidak mempunyai agunan tambahan sehingga pihak bank enggan untuk memproses permohonannya lebih lanjut atau ditolak dan ada UMKM yang membatalkan permohonannya.

Kalau kita lihat berdasarkan sector usaha maka 80% kredit yang berhasil difasilitasi adalah sector usaha perdagangan seperti usaha dagang sembako,warung kopi,pulsa dan barang-barang perabotan rumah tangga dan beberapa industry batu bata.Sementara untuk sector lain seperti peternakan,perikanan jumlahnya sangat sedikit.Berikut pencairan berdasarkan wilayah kerja KKMB :

Lembaga Keuangan Bank/Non Bank

WILAYAH

JUMLAH PENCAIRAN

JUMLAH UMKM

Banda Aceh

Rp 10.148.380.000.-

790

Aceh Timur

Rp 2.528.000.000.-

60

Aceh Tengah

Rp 2.152.000.000.-

74

Aceh Barat

Rp 2.176.386.000.-

42

TOTAL

Rp 17.004.766.000.-

966

Realisasi fasilitasi kredit sejak KKMB terbentuk dan aktif Maret 2008 sampai dengan Desember 2009 adalah Rp 25.244.766.000.- (Dua puluh lima milyar dua ratus empat puluh empat juta tujuh ratus enam puluh enam ribu rupiah) dengan jumlah UMKM yang terbantu 1.309 UMKM.

Meskipun KKMB Aceh mulai berhasil dalam menjembatani akses permodalan bagi UMKM namun sejauh ini belum ada satu pun perbankan di Aceh yang melakukan perjanjian kerjasama dengan KKMB,padahal kita sangat mengharapkan agar KKMB benar-benar menjadi mitra bank.Kendala lainnya KKMB belum terbentuk menjadi sebuah organisasi profesi atau lembaga pendamping UMKM secara formal dengan akte notaris sehingga menjadi permasalahan ketika berhadapan dengan lembaga lain.Inilah tantangan KKMB dan Satgasda KKMB Aceh kedepan.



Sabtu, 06 Februari 2010

Mengharapkan Keberuntungan UMKM dalam ACFTA (Oleh Hamdani)

(Banda Aceh 7/2/2010)“Hujan emas di negeri orang hujan batu di negeri sendiri”.Sebuah pepatah lama yang sering kita dengar ketika suatu masalah yang ingin dibicarakan ada kaitannya dengan nasib atau keberuntungan.Mungkin pepatah ini pula yang pantas kita gunakan untuk menakar keberuntungan UMKM kita dalam menghadapi era perdagangan bebas ASEAN-CHINA atau disingkat dengan ACFTA yang saat ini ramai dibicarakan oleh berbagai kalangan baik Pemerintah,Assosiasi Pengusaha,Akademisi bidang bisnis,Pelaku usaha bahkan Politisi juga ikut memberikan pendapat dan pandangannya tentang keuntungan dan kerugian bagi Indonesia secara umum dan UMKM secara khusus dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang baru saja dimulai pada Januari 2010.

ACFTA menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat,masing-masing mempunyai data dan fakta untuk memperkuat argumentasinya.Namun kita tidak membicarakan persoalan setuju atau tidak setuju terhadap kesepakatan kesepahaman (MOU) ACFTA yang telah ditanda-tangani ,akan tetapi kita ingin melihat sejauh mana kesiapan UMKM kita dan pemerintah Indonesia.

Ibarat genderang perang sudah ditabuh,maka masing-masing pasukan pasti akan mempersiapkan diri untuk memenangi perang tersebut dengan berbagai taktik dan strategi.Mempersiapkan logistic,senjata dan bahkan mengirim mata-mata untuk mengintip kelemahan musuh.Itulah sebenarnya yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia ketika tawaran perang dengan China diterima.Bagaimana mempersiapkan kapasitas pelaku UMKM,menyediakan infrastruktur yang baik,menciptakan iklim usaha yang kondusif,memberantas birokrasi yang menambah beban UMKM,memberikan insentif bagi UMKM dan membuat kebijakan-kebijakan yang memihak kepada kepentingan bisnis UMKM,sehingga UMKM mampu tampil dengan rasa percaya diri yang tinggi dalam bersaing.

“Dengan cadangan devisa, 2,13 triliyun Dollar AS dan dalam enam bulan pertengahan 2009 bertambah 185,6 miliyar Dollar AS, China akan dapat memborong produk pertanian dari Negara ASEAN termasuk Indonesia (Pertanian dalam ACFTA, Opini Gatot Irianto, Kompas, 1/02/10)”.Ini merupakan salah satu kekuatan China atas Indonesia,maka ini menjadi informasi yang turut dipertimbangkan untuk mengatur taktik kebijakan Pemerintah Indonesia dalam medan ACFTA.

Kita tidak perlu malu untuk mengakui bahwa kemampuan UMKM Indonesia dalam banyak aspek masih sangat lemah dan kurang mampu memberikan persaingan yang signifikan dengan UMKM negeri-negeri tetangga Malaysia atau Thailand,apalagi dengan China yang beberapa tahun belakangan dikenal dengan pertumbuhan ekonominya yang sangat cepat bahkan menjadi negara yang mempunyai kekuatan ekonomi dunia.

Segi produk misalnya,daya saing usaha mikro,kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia,masih jauh tertinggal dari produk-produk asal China.Bukan karena kualitasnya,tapi semata-mata harganya yang dikenal murah.Kita bisa ambil beberapa contoh misalnya;produk mainan anak-anak atau sepatu dan sandal.Kalau produk buatan lndonesia harganya bisa mencapai Rp 60.000.- s/d Rp 80.000.- perpasang,maka produk China bisa rendah dari harga itu.Bahkan produk China bisa dijual dengan SERBU atau serba lima ribu.Begitu juga dengan produk-produk kerajinan dan furniture dan alat-alat rumah tangga jauh lebih murah dari produk local.Meskipun jika dibandingkan dengan sisi kualitas, produk Indonesia dan produk local jauh lebih baik.Karena itu kalau dari aspek harga bisa dipastikan bahwa produk China akan memenangkan persaingan,mereka akan mendapat pasar yang cukup besar mengingat perilaku konsumen Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga.Kecuali ,konsumen kita menyadari bahwa menggunakan produk local jauh lebih baik daripada menggunakan produk China meskipun murah namun tidak mempunyai kualitas yang bisa diandalkan.Sehingga UMKM local mampu menggeser posisi pasar produk China.

Ketidaksiapan pelaku usaha,terutama UMKM untuk mengimbangi produk asal China bukan merupakan suatu kekuatiran yang tanpa alasan tapi kenyataan yang dirasakan selama ini.Cukup banyak produk China masuk kepasar-pasar Indonesia,ini membuktikan bahwa produk China lebih banyak menguasai pasar daripada produk local.

Strategi Pertama

Pemerintah merupakan salah satu pelaku ekonomi yang mempunyai kepentingan lebih besar yaitu untuk mendapatkan pendapatan yang kemudian dimanfaatkan untuk memberikan kesejahteraaan dan kemakmuran bagi rakyatnya.Karena itu sangat wajar kalau Pemerintah menaruh perhatian yang lebih besar dalam usaha-usaha membangun pertumbuhan perekonomian.Salah satunya adalah bagaimana anggaran yang ada diarahkan pada proyek-proyek investasi yang memberikan dampak positif dan stimulus bagi dunia usaha. Misalnya membangun jalan,jembatan,energi listrik dan menyiapkan SDM yang berkualitas.Bukan justru memperbesar konsumsi aparaturnya dengan menambah anggaran untuk menaikan gaji.

Disamping menciptakan investasi dalam bentuk fisik,pemerintah perlu juga membuat kebijakan yang mendorong penyedia modal atau lembaga keuangan untuk mengalirkan kredit atau pinjaman dengan suku bunga rendah kepada dunia usaha.Salah satu alasan mengapa harga produk China bisa lebih murah dengan produk local adalah karena mereka mampu berproduksi dengan biaya rendah.

Bayangkan bunga kredit di China untuk dunia usaha mencapai antara 1-4 % pertahun.Disamping itu pengusaha di China masih didukung lagi oleh berbagai insentif yang diberikan oleh pemerintahnya.Sebaliknya suku bunga kredit di Indonesia paling rendah 14-18% pertahun dan tidak mendapatkan insentif dari pemerintah bahkan justru ditambah dengan pungutan-pungutan liar dan retribusi yang tidak jelas serta proses pengurusan perijinan yang dirasakan masih sulit.(Media Pinbis ; vol.4 No.41/Januari 2010)

Strategi kedua

Kapasitas sumber daya manusia (SDM) pelaku UMKM merupakan suatu hal yang sangat mempengaruhi kualitas daya saing.Harus kita akui bahwa tingkat pendidikan pelaku UMKM Indonesia adalah rata-rata sekolah dasar (SD)atau paling tinggi adalah tamatan Sekolah menengah atas (SMA) dan jarang mengikuti program pelatihan usaha/bisnis atau dengan frekuensi pelatihan hanya satu kali dalam setahun,artinya masih sangat rendah.Bagaimana UMKM mampu menghasilkan produk yang berdaya saing dengan kualitas tinggi dan harga yang murah bila tidak didukung oleh kemampuan pelaku usaha dalam memanfaatkan sumber daya teknologi dan mampu menerapkan manajemen usaha secara modern.

Menyikapi persoalan ini,kiranya semua pihak harus menyusun program pendidikan kewirausahaan dalam waktu jangka panjang baik formal maupun nonformal bahkan bisa menjadi kurikulum di sekolah-sekolah umum.Jika sekarang ini kita mengenal adanya sekolah-sekolah kejuruan yang menyiapkan peserta didiknya sebagai calon wirausaha namun kuantitas dan anggarannya masih sangat terbatas.

Strategi ketiga

Adanya program pendampingan bagi UMKM produk unggulan atau komoditi sector usaha yang masuk kedalam perjanjian ACFTA misalnya sector pertanian.Tujuannya adalah supaya pihak pendamping dapat membantu menyelesaikan persoalan pelaku UMKM.Misalnya ketika UMKM tersebut memerlukan informasi tentang pasar,permodalan,pengurusan perijinan,dll.

Pendamping UMKM bisa Disperidagkop dan UKM,BDS-P/KKMB atau lembaga-lembaga swasta yang mempunyai program pengembangan UMKM ataupun konsultan pendamping yang dibentuk secara khusus.

.Kesimpulan

Salah satu senjata yang bisa diandalkan untuk menggapai kemenangan dalam ACFTA adalah kualitas produk dan membangkitkan nasionalisme cinta produk dalam negeri.Dengan kualitas,kita berharap konsumen akan tetap bertahan untuk menkonsumsi produk negeri sendiri dan dengan rasa nasionalisme berarti menggunakan produk dalam negeri adalah bagian daripada menjaga kedaulatan bangsa.Besar harapan kita semoga dengan diberlakukannya ACFTA benar-benar menjadi emas di negeri sendiri.

*Penulis adalah Konsultan Pendamping UMKM Mitra Bank (KKMB) Prop.Aceh.

Jumat, 05 Februari 2010

Survey Kondisi UKM Pasca Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh

Peristiwa tsunami Aceh tanggal 26 Desember 2004,telah menggerakan beberapa lembaga donor dunia untuk turut andil dalam membangun Aceh.Ratusan Lembaga Swadaya Masyarakat nasional maupun internasional berbondong-bondong datang ke Aceh dengan menawarkan sejumlah program bantuan pada masa rehab-rekon tersebut.Tak bisa di pungkiri,bantuan tersebut telah mengubah sebagian besar nasib rakyat Aceh,dan membangkitkan sendi-sendi ekonomi yang telah lumpuh akibat peristiwa tsunami.

Tidak sedikit pula lembaga donor yang memiliki fokus program untuk pengembangan dan pemberdayaan UKM .Lembaga ini memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk memulai usahanya.Banyak pula dari mereka yang mendapatkan dana bantuan (grant) berupa modal awal untuk menjalankan usahanya,kemudian ada pula yang mendapatkan bantuan berupa barang.Selain itu,banyak juga dari mereka yang memberikan pelatihan khusus bagi UKM untuk mengembangkan ketrampilannya.

Tidak sedikit pula pelaku UKM yang muncul karena adanya program bantuan dari lembaga donor.Kebutuhan mereka seperti modal tunai maupun kredit dengan bunga ringan,barang dan ketrampilan sedikit banyak telah menjadi perhatian utama bagi lembaga donor.Seakan semua dari kebutuhan pelaku UKM sudah terpenuhi dan mereka tinggal mengurusnya saja.Kini,kegiatan rehab-rekon tersebut telah selesai.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana dampak dari program bantuan yang telah diberikan terhadap pengembangan UKM,sehingga dapat diketahui arah keberlanjutannya setelah program-program tersebut tidak ada lagi.Penelitian bersifat deskriptif kualitatif dengan metode angket (kuisioner),yang disebarkan kepada 150 UKM binaan NGO.

Hasil penelitian secara umum menyimpulkan bahwa program bantuan yang telah diberikan lembaga donor berdampak positif pada kemajuan UKM.Terutama jika dana tersebut adalah revolving (berputar),bukan hibah.Beberapa kesimpulan penting dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Program bantuan yang diberikan baik dalam bentuk dana,barang maupun jasa pelatihan telah memberikan dampak positif terdahap peningkatan taraf hidup masyarakat,hal ini dibuktikan dengan persepsi mereka yang mengatakan bahwa mereka merasakan adanya peningkatan pendapatan setelah mendapatkan bantuan dari NGO.Bahkan untuk pelaku usaha yang telah lama menjalankan usahanya (pra-tsunami) juga mengatakan bahwa usahanya menjadi lebih maju dan mandiri setelah mereka mengikuti program bantuan.

2. Program ini juga telah memberikan kontribusi terhadap upaya peningkatan taraf hidup masyarakat dan berkontribusi terhadap upaya pengentasan kemiskinan.Karena program ini telah merangsang tumbuhnya unit usaha baru.Sebesar 40% unit usaha baru tumbuh pasca tsunami,dan sebagian besar adalah usaha yang bergerak di sector perdagangan.Hal ini mengindikasikan bahwa sector perdagangan merupakan sector yang paling sensitive terhadap program dana bantuan.

3. Tak sedikit lembaga donor yang memberikan program pelatihan dengan tujuan meningkatkan ketrampilan dari pelaku usaha,namun efektivitas pelatihannya sangat tergantung dari materi yang diberikan.Sebesar 73,91% responden mengatakan bahwa pelatihan yang sesuai dengan teknik mengelola usaha dirasakan lebih bermanfaat dan sangat efektif dalam emndorong kemajuan usahanya.Dan sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa pelatihan tersebut efektif jika diadakan sebanyak 2 kali dalam satu tahun.

Berdasarkan kondisi yang tersebut diatas,di perlukan upaya untuk terus memperkuat kondisi UKM yang difokuskan melalui pemberdayaan UKM jangka panjang dan berkelanjutan.Fakta empiris menunjukan bahwa UKM sangat potensial karena :

1. Jumlahnya sangat besar,lebih dari 90% struktur ekonomi Aceh dibangun dari UMKM.

2. Mempunyai potensi berkembang cepat karena mengandalkan sumber daya local,serta tidak memerlukan modal besar tetapi mempunyai time lag yang cepat serta marjin usaha yang relative besar.

3. Bersifat labor intensif,sehingga memiliki peluang yang cukup besar untuk mampu menekan jumlah pengangguran.

Oleh karena itu berdasarkan hasil survey ini maka menghasilkan beberapa rekomendasi ke beberapa pihak,baik untuk Pemerintah Aceh,Perbankan juga bagi UKM.Kepada pihak pemerintah sendiri diharapkan dengan berakhirnya rehab-rekon agar dapat meneruskan program tersebut,terutama capacity building dan pendampingan dilapangan.Selain itu perlu juga memberlakukan pemberian insentif kepada UMKM,baik dalam bentuk pemberian fasilitas pelayanan maupun insentif lainnya.(Kantor Bank Indonesia Banda Aceh 2009)