Sabtu, 06 Februari 2010

Mengharapkan Keberuntungan UMKM dalam ACFTA (Oleh Hamdani)

(Banda Aceh 7/2/2010)“Hujan emas di negeri orang hujan batu di negeri sendiri”.Sebuah pepatah lama yang sering kita dengar ketika suatu masalah yang ingin dibicarakan ada kaitannya dengan nasib atau keberuntungan.Mungkin pepatah ini pula yang pantas kita gunakan untuk menakar keberuntungan UMKM kita dalam menghadapi era perdagangan bebas ASEAN-CHINA atau disingkat dengan ACFTA yang saat ini ramai dibicarakan oleh berbagai kalangan baik Pemerintah,Assosiasi Pengusaha,Akademisi bidang bisnis,Pelaku usaha bahkan Politisi juga ikut memberikan pendapat dan pandangannya tentang keuntungan dan kerugian bagi Indonesia secara umum dan UMKM secara khusus dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang baru saja dimulai pada Januari 2010.

ACFTA menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat,masing-masing mempunyai data dan fakta untuk memperkuat argumentasinya.Namun kita tidak membicarakan persoalan setuju atau tidak setuju terhadap kesepakatan kesepahaman (MOU) ACFTA yang telah ditanda-tangani ,akan tetapi kita ingin melihat sejauh mana kesiapan UMKM kita dan pemerintah Indonesia.

Ibarat genderang perang sudah ditabuh,maka masing-masing pasukan pasti akan mempersiapkan diri untuk memenangi perang tersebut dengan berbagai taktik dan strategi.Mempersiapkan logistic,senjata dan bahkan mengirim mata-mata untuk mengintip kelemahan musuh.Itulah sebenarnya yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia ketika tawaran perang dengan China diterima.Bagaimana mempersiapkan kapasitas pelaku UMKM,menyediakan infrastruktur yang baik,menciptakan iklim usaha yang kondusif,memberantas birokrasi yang menambah beban UMKM,memberikan insentif bagi UMKM dan membuat kebijakan-kebijakan yang memihak kepada kepentingan bisnis UMKM,sehingga UMKM mampu tampil dengan rasa percaya diri yang tinggi dalam bersaing.

“Dengan cadangan devisa, 2,13 triliyun Dollar AS dan dalam enam bulan pertengahan 2009 bertambah 185,6 miliyar Dollar AS, China akan dapat memborong produk pertanian dari Negara ASEAN termasuk Indonesia (Pertanian dalam ACFTA, Opini Gatot Irianto, Kompas, 1/02/10)”.Ini merupakan salah satu kekuatan China atas Indonesia,maka ini menjadi informasi yang turut dipertimbangkan untuk mengatur taktik kebijakan Pemerintah Indonesia dalam medan ACFTA.

Kita tidak perlu malu untuk mengakui bahwa kemampuan UMKM Indonesia dalam banyak aspek masih sangat lemah dan kurang mampu memberikan persaingan yang signifikan dengan UMKM negeri-negeri tetangga Malaysia atau Thailand,apalagi dengan China yang beberapa tahun belakangan dikenal dengan pertumbuhan ekonominya yang sangat cepat bahkan menjadi negara yang mempunyai kekuatan ekonomi dunia.

Segi produk misalnya,daya saing usaha mikro,kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia,masih jauh tertinggal dari produk-produk asal China.Bukan karena kualitasnya,tapi semata-mata harganya yang dikenal murah.Kita bisa ambil beberapa contoh misalnya;produk mainan anak-anak atau sepatu dan sandal.Kalau produk buatan lndonesia harganya bisa mencapai Rp 60.000.- s/d Rp 80.000.- perpasang,maka produk China bisa rendah dari harga itu.Bahkan produk China bisa dijual dengan SERBU atau serba lima ribu.Begitu juga dengan produk-produk kerajinan dan furniture dan alat-alat rumah tangga jauh lebih murah dari produk local.Meskipun jika dibandingkan dengan sisi kualitas, produk Indonesia dan produk local jauh lebih baik.Karena itu kalau dari aspek harga bisa dipastikan bahwa produk China akan memenangkan persaingan,mereka akan mendapat pasar yang cukup besar mengingat perilaku konsumen Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga.Kecuali ,konsumen kita menyadari bahwa menggunakan produk local jauh lebih baik daripada menggunakan produk China meskipun murah namun tidak mempunyai kualitas yang bisa diandalkan.Sehingga UMKM local mampu menggeser posisi pasar produk China.

Ketidaksiapan pelaku usaha,terutama UMKM untuk mengimbangi produk asal China bukan merupakan suatu kekuatiran yang tanpa alasan tapi kenyataan yang dirasakan selama ini.Cukup banyak produk China masuk kepasar-pasar Indonesia,ini membuktikan bahwa produk China lebih banyak menguasai pasar daripada produk local.

Strategi Pertama

Pemerintah merupakan salah satu pelaku ekonomi yang mempunyai kepentingan lebih besar yaitu untuk mendapatkan pendapatan yang kemudian dimanfaatkan untuk memberikan kesejahteraaan dan kemakmuran bagi rakyatnya.Karena itu sangat wajar kalau Pemerintah menaruh perhatian yang lebih besar dalam usaha-usaha membangun pertumbuhan perekonomian.Salah satunya adalah bagaimana anggaran yang ada diarahkan pada proyek-proyek investasi yang memberikan dampak positif dan stimulus bagi dunia usaha. Misalnya membangun jalan,jembatan,energi listrik dan menyiapkan SDM yang berkualitas.Bukan justru memperbesar konsumsi aparaturnya dengan menambah anggaran untuk menaikan gaji.

Disamping menciptakan investasi dalam bentuk fisik,pemerintah perlu juga membuat kebijakan yang mendorong penyedia modal atau lembaga keuangan untuk mengalirkan kredit atau pinjaman dengan suku bunga rendah kepada dunia usaha.Salah satu alasan mengapa harga produk China bisa lebih murah dengan produk local adalah karena mereka mampu berproduksi dengan biaya rendah.

Bayangkan bunga kredit di China untuk dunia usaha mencapai antara 1-4 % pertahun.Disamping itu pengusaha di China masih didukung lagi oleh berbagai insentif yang diberikan oleh pemerintahnya.Sebaliknya suku bunga kredit di Indonesia paling rendah 14-18% pertahun dan tidak mendapatkan insentif dari pemerintah bahkan justru ditambah dengan pungutan-pungutan liar dan retribusi yang tidak jelas serta proses pengurusan perijinan yang dirasakan masih sulit.(Media Pinbis ; vol.4 No.41/Januari 2010)

Strategi kedua

Kapasitas sumber daya manusia (SDM) pelaku UMKM merupakan suatu hal yang sangat mempengaruhi kualitas daya saing.Harus kita akui bahwa tingkat pendidikan pelaku UMKM Indonesia adalah rata-rata sekolah dasar (SD)atau paling tinggi adalah tamatan Sekolah menengah atas (SMA) dan jarang mengikuti program pelatihan usaha/bisnis atau dengan frekuensi pelatihan hanya satu kali dalam setahun,artinya masih sangat rendah.Bagaimana UMKM mampu menghasilkan produk yang berdaya saing dengan kualitas tinggi dan harga yang murah bila tidak didukung oleh kemampuan pelaku usaha dalam memanfaatkan sumber daya teknologi dan mampu menerapkan manajemen usaha secara modern.

Menyikapi persoalan ini,kiranya semua pihak harus menyusun program pendidikan kewirausahaan dalam waktu jangka panjang baik formal maupun nonformal bahkan bisa menjadi kurikulum di sekolah-sekolah umum.Jika sekarang ini kita mengenal adanya sekolah-sekolah kejuruan yang menyiapkan peserta didiknya sebagai calon wirausaha namun kuantitas dan anggarannya masih sangat terbatas.

Strategi ketiga

Adanya program pendampingan bagi UMKM produk unggulan atau komoditi sector usaha yang masuk kedalam perjanjian ACFTA misalnya sector pertanian.Tujuannya adalah supaya pihak pendamping dapat membantu menyelesaikan persoalan pelaku UMKM.Misalnya ketika UMKM tersebut memerlukan informasi tentang pasar,permodalan,pengurusan perijinan,dll.

Pendamping UMKM bisa Disperidagkop dan UKM,BDS-P/KKMB atau lembaga-lembaga swasta yang mempunyai program pengembangan UMKM ataupun konsultan pendamping yang dibentuk secara khusus.

.Kesimpulan

Salah satu senjata yang bisa diandalkan untuk menggapai kemenangan dalam ACFTA adalah kualitas produk dan membangkitkan nasionalisme cinta produk dalam negeri.Dengan kualitas,kita berharap konsumen akan tetap bertahan untuk menkonsumsi produk negeri sendiri dan dengan rasa nasionalisme berarti menggunakan produk dalam negeri adalah bagian daripada menjaga kedaulatan bangsa.Besar harapan kita semoga dengan diberlakukannya ACFTA benar-benar menjadi emas di negeri sendiri.

*Penulis adalah Konsultan Pendamping UMKM Mitra Bank (KKMB) Prop.Aceh.

Tidak ada komentar: